Showing posts with label Makalah Hukum. Show all posts
Showing posts with label Makalah Hukum. Show all posts

9/22/2010

SEORANG PROFESI HUKUM MELANGGAR ETIKA PROFESI HUKUM


PENDAHULUAN



Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR, etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip prinsip moral yang ada pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Hubungan etika dengan profesi hukum,bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahliaan sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama.
Seorang jaksa misalnya merupakan profesi yang bergerak di bidang hukum yang seharusnya dan sepatutnya memberikan sikap profesional dalam bidang hukum terhadap masyarakat. Sebagai bagian dari pengegak hukum, mereka harus menunjukkan etika yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat, bagaimana hukum itu harus ditegakkan. Bukan malah berbuat pelanggaran hukum yang dapat menjadi hal yang unik di masyarakat, seperti misalnya salah satu jaksa di negeri kita.

Sekarang ini, banyak jaksa yang masih jauh dari harapan yang didambakan masyarakat. Bagaimana membangun kepercayaan masyarakat dalam proses penegakan hukum? Para jaksa sebagai penegak hukum harus konsisten menegakan hukum dengan menerapkan hukum dengan baik. Sebagai penegak hukum harus memberi contoh menegakkan hukum yang baik, bukan sebaliknya, memberi contoh menegakkan hukum tapi melanggar hukum. Ini sangat fatal. Hal itu juga menyebabkan masyarakat bertanya terhadap penegakkan hukum. Dalam kesempatan ini adalah saya memcoba memberi suatu analisis atas Jaksa kita, JAKSA URIP TRI GUNAWAN
Seorang yang dikategorikan sebagai jaksa terbaik sehingga dipercaya menjadi Ketua Tim Penyelidikan Kasus BLBI-BDNI, Urip Tri Gunawan, tertangkap tangan menerima uang yang diduga suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 02 Maret 2008. Tak tanggung-tanggung, ia menerima suap sebanyak US$ 660.000 atau sekitar Rp 6,1 milyar dari Artalyta Suryani, teman baik Sjamsul Nursalim, pengusaha yang terkait kasus BLBI.
Jaksa itu, oleh KPK, telah dijadikan tersangka penerima suap, kendati ia membantah dan mengakuinya;”sebagai transaksi jual-beli permata, tidak ada kaitannya dengan tugas, sebab kunjungan itu terjadi pada hari minggu dan kasus BLBI telah selesai.”, Namun KPK berkeyakinan telah punya bukti kuat bahwa hal itu adalah suap.





















POKOK BAHASAN



Pembahasan masalah yang penulis analisis adalah penyalahgunaan kode etik jaksa dalam menjalankan fungsi jabatannya serta alur dari penyalahgunaan tersebut.

Semoga pembahasan materi ini dapat lebih membuka wawasan kita tentang etika profesi  di Indonesia. Amien.




































URAIAN PEMBAHASAN




Penangkapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, telah membuka borok besar di tubuh Kejaksaan Agung, khususnya Korps Adhyaksa. Ditangkapnya jaksa ketua penyidikan kasus BLBI untuk BDNI Urip Tri Gunawan memunculkan desakan agar KPK mengambil alih penanganan kasus BLBI. KPK dinilai relatif lebih independen dan mendapat kepercayaan publik.Masyarkat Indonesia yang menaruh kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum di negeri ini ternyata hanya diatas kertas saja,lembaga tersebut nyata dalam prakteknya melakukan pelanggaran hukum.
Terungkapnya perbuatan nakal Jaksa Urip Tri Gunawan jangan disia-siakan begitu saja. Kasus ini harus kita manfaatkan sebagai penilain atau pandangan kita tehadap etika dan moral aparat penegak hukum kita. Kita harus melihat apakah perilaku aparat kita sesuai dengan etika penegak hukum yang kita harapkan?
Penegakan hukum, khususnya untuk kasus BLBI merupakan ujian bagi para penegak hukum, karena kasus BLBI mempunyai dimensi yang luas. Namun demikian, penegakan hukum harus mendasarkan pada supremasi hukum yang terukur dalam arti penegakan hukum tetap memperhatikan pada sistem, jangan sampai penegakan hukum dilakukan dengan cara melanggar hukum. Karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tidak bisa menangani kasus yang muncul sebelum adanya KPK. Kasus BLBI muncul sebelum adanya KPK. KPK baru terbentuk pada akhir 2003, sedangkan kasus BLBI muncul sekitar tahun 1997.
Kasus tertangkapnya jaksa penyelidik kasus BLBI Urip Tri Gunawan atas dugaan penerimaan uang senilai 660 ribu dolar AS, diharapkan menjadi “shock teraphy” (terapi kejut) bagi para jaksa sehingga mereka takut menerima suap.
Atasan Urip (Hendarman Supanji) menjamin apa yang dilakukan Kejaksaan Agung tidak akan berbenturan dengan proses penyidikan KPK. Proses penelitian yang dilakukan institusinya berada dalam koridor etika, sementara penyidikan KPK lebih terkait konteks pidana. Kasus yang melibatkan Jaksa Urip dan Artalyta Suryani (pengusaha yang dekat dengan Sjamsul Nursalim) tidak terkait dengan kasus BLBI. Hendarman beberapa kali menegaskan, bahwa pelanggaran etika yang dilakukan Urip tidak ada kaitannya dengan keputusan penghentian penyelidikan kasus BLBI oleh Kejagung. Justru hasil keputusan itulah yang menurut Hendarman telah dimanfaatkan Urip untuk mencari keuntungan.
Kasus suap jaksa enam milyar ini,sontak menjadi berita utama berbagai media di Indonesia, baik media cetak, elektronik dan online. Semua koran harian nasional dan daerah, juga majalah berita, menempatkan berita suap jaksa ini menjadi berita utama hampir selama dua pekan. Publik pun tersentak, kaget dan tercengang! Walaupun selama ini kasus suap seperti itu sudah menjadi rahasia umum sebagai bagian dari isu mafia peradilan. Lalu, mengapa publik masih kaget?
Jika kita sering menonton film-film mafia, maka tergambarkan bagaimana seorang penjahat berkelas yang memiliki jaringan luas bisa melakukan pengaturan apa saja sesuai keinginannya. Jika penjahat itu menginginkan seorang mati, maka ia hanya akan mengerdipkan mata kepada pembantu-pembantunya. Isyarat itu sudah cukup untuk membuat nyawa musuh melayang tanpa jejak. Jika ada mitra kerjanya, atau dirinya sendiri yang terjerat hukum, ia dengan mudah pula akan mengontak jaringannya yang ada di kejaksaan dan pengadilan untuk mengatur proses hukumnya. Pengaturan strategi tentu saja menyangkut pasal-pasal dakwaan, penghilangan barang bukti, dan sebagainya.
Manakala ada saksi yang memberatkan, maka dengan mudah dilacak tempat tinggalnya dan dengan mudah pula diakhiri nyawanya. Itu dalam skenario rekaan para sutradara. Tetapi, setelah mendengarkan rekaman perbincangan antara Artalita dengan Jamdatun, rasanya skenario dalam film itu tak jauh beda dengan yang terjadi dalam dunia nyata hukum di sini. Prosesnya begitu halus, jarang muncul ke permukaan, dan seolah memang seharusnya begitulah penghentian kasus BLBI yang melibatkan Syamsul Nursalim. Lebih mengherankan lagi, kok ya masih ada yang nekat mau mengatur strategi pembebasan Artalita pasca penangkatan Jaksa urip. Sebuah pertaruhan besar bukan saja menyangkut karier profesional seorang Jaksa Agung Muda, tetapi betapa rendahnya seorang Jaksa dalam mengapresiasi lembaga penegak hukum di mana dia bernaung.
Fakta-fakta yang terungkap di persidangan sangatlah gamblang, dan bisalah dijadikan informasi kelas satu bagi Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk melakukan tindakan lebih jauh yang bersifat pembenahan internal. Benar kata Teten Masduki, mau bukti apa lagi ! Atau jangan-jangan ada pertimbangan lain bahwa jika benar-benar dilakukan pembenahan, maka semua akan terkena karena susah sekali ternyata ditemukan yang benar-benar bersih. Semogalah tidak demikian. Kita yakin, Hendarman barangkali masih membutuhkan bukti yang lebih akurat sebelum bertindak lebih jauh lagi. Siapa tahu, jika semua bukti sudah akurat barulah tindakan akan dilakukan.

Peristiwa ”penerimaan suap” perkara seperti itu sungguh-sungguh melukai hati masyarakat. Jika selama ini masyarakat terasa kurang percaya dengan lembaga-lembaga penegak hukum, kasus itu menambah parah keadaan. Dan, kita juga sangat yakin walau di Jakarta ada kasus besar seperti itu, di daerah tidak menyurutkan nyali para penegak hukum untuk bermain api. Kapan hal seperti ini akan berakhir ? Yang bisa kita lakukan hanya imbauan tak kenal lelah yakni segeralah hentikan semua praktik perdagangan busuk seperti itu. Kembali ke jalan yang seharusnya seperti ketika janji awal sudah diucapkan dulu (etika yang harus akan dapat ditunjuk kan sebagai perbuatan menegakkan hukum). Betapa negeri ini sangat membutuhkan polisi, jaksa, hakim,dan advokat yang bersih agar hukum senantiasa terjaga untuk mengayomi dan melindungi orang-orang yang membutuhkan keadilan.

































PENUTUP



Bagi kita sebenarnya sudah jelas Profesi demikian tidak lagi didasarkan pada moral, keadilan, budi baik, dan kemanfaatan, bukan berdasar pada profesi menegakkan hukum. Profesi demikian (profesi Urip Tri Gunawan), malah sudah melangar hukum. ”Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah; barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halanginya atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian”. (PASAL 221 AYAT 2 KUHP)
Jaksa merupakan profesi yang terhormat (yang merupakan profesi Urip Tri Gunawan), oleh karenanya seorang jaksa yang terhormat semestinya sudah teruji moralitasnya. Hal itu tercermin dalam perilaku dan kehidupannya, kemudian dalam dia bertindak dalam profesinya. Dan yang terpenting dia bisa berbuat terbaik bagi bangsanya.
Jaksa bukan sebagai pelengkap dalam proses penegakan hukum. Dia harus bertanggung jawab sebagai organ yang harus menegakkan hukum dan bagaimana supremasi hukum berjalan dengan baik.
Publik (masyarakat) sudah sangat ingin optimis dan berharap atas janji/sumpah ketka di angkat menjadi jaksa/penegak hukum, akan menegakkan keadilan termasuk memberantas korupsi  Yang pasti sudah merupakan yang harus di dukung oleh kepercayan masyrakat dengan melihat etika yang di tunjukkan aparat penegak hukum di negeri ini.
Jadi, wajar dan pantas Seorang Jaksa Urip Tri gunawan di berhentikan dan di hukum sebagai pelanggar etika penegak hukum, sesuai dengan ketentuan hukum, ”Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan : terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya”. (PASAL 13 AYAT 1 HURUF B UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA). kendati pun perbuatannya hanya sekali/bukan terus menerus. Tapi mungkin yang karena yang kita tahu hanya sekali, di lain waktu sebelumnya yang tidak kita ketahui, mungkin juga telah berbuat demikian.Urip Tri Sebagai jaksa di mata masyarakat etikanya tidak lagi sebagai penegak hukum..





DAFTAR PUSTAKA



1.      WWW. GOOGLE.COM.

Karang Taruna Sebagai Sarana Pengendali Sosial Kenakalan Remaja


PENDAHULUAN



Masalah sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang diantaranya adalah kenakalan remaja. Untuk mengetahui tentang latar belakang kenakalan remaja dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual, individu sebagai  satuan pengamatan sekaligus sumber masalah. Untuk  pendekatan sistem, individu sebagai satuan pengamatan sedangkan sistem sebagai sumber masalah. Berdasarkan  penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa ternyata ada hubungan negative antara kenakalan remaja dengan keberfungsian keluarga. Artinya semakin meningkatnya keberfungsian sosial  sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah. Di samping itu penggunaan waktu luang yang tidak terarah merupakan sebab yang sangat dominan bagi remaja untuk melakukan perilaku menyimpang. Untuk mengatasi hal ini maka perlu adanya pengendalian sosial untuk meredam masalah soal kenakalan remaja.

Menjamin stabilitas dan kepastian adalah fungsi yang esensial dari hukum karena dua hal inilah yang menjadi tujuan utama dari hukum. Namun demikian, pengendalian sosial juga merupakan fungsi hukum yang tidak dapat diabaikan begitu saja karena mekanisme pengendalian sosial merupakan suatu proses yang telah direncanakan terlebih dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh dan bahkan memaksa masyarakat untuk mematuhi norma-norma hukum yang berlaku.

Salah satu reaksi pengendalian sosial masyarakat terhadap masalah sosial kenakalan remaja adalah adanya 'Karang Taruna'. Karena Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan di Indonesia. Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Desa / Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia dilingkungan baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah ada. Sebagai organisasi kepemudaan, Karang Taruna berpedoman pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga dimana telah pula diatur tentang struktur penggurus dan masa jabatan dimasing-masing wilayah mulai dari Desa / Kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Semua ini wujud dari pada regenerasi organisasi demi kelanjutan organisasi serta pembinaan anggota Karang Taruna baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.
POKOK BAHASAN



Pembahasan masalah pengendalian sosial kenakalan remaja yang penulis analisis terdiri dari beberapa tahapan berikut:
A.   Kenakalan Remaja.
B.   Seputar Karang Taruna.
C.   Karang Taruna Sebagai Pengendali Sosial Kenakalan Remaja.

Semoga pembahasan materi ini dapat lebih membuka wawasan kita tentang peranan Karang Taruna dalam membina jalinan sosial  masyarakat  di Indonesia. Amien.

































URAIAN PEMBAHASAN




A.    Kenakalan Remaja.
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang.  Dalam perspektif hukum, perilaku penyimpangan masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui  jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan menyimpang.                                                                
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di daerah pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan  tindakan kriminal. 
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.







B.    Karang Taruna.
Karang Taruna untuk pertama kalinya lahir pada tanggal 26 September 1960 di Kampung Melayu, Jakarta. Dalam perjalanan sejarahnya, Karang Taruna telah melakukan berbagai kegiatan, sebagai upaya untuk turut menanggulangi masalah-masalah Kesejahteraan Sosial terutama yang dihadapi generasi muda dilingkungannya, sesuai dengan kondisi daerah dan tingkat kemampuan masing-masing.
       Pada mulanya, kegiatan Karang Taruna hanya sebatas pengisian waktu luang yang positif seperti rekreasi, olah raga, kesenian, kepanduan (pramuka), pendidikan keagamaan (pengajian) dan lain-lain bagi anak yatim, putus sekolah, tidak sekolah, yang berkeliaran dan main kartu serta anak-anak yang terjerumus dalam minuman keras dan narkoba. Dalam perjalanan sejarahnya, dari waktu ke waktu kegiatan Karang Taruna telah mengalami perkembangan sampai pada sektor Usaha Ekonomis Produktif (UEP) yang membantu membuka lapangan kerja/usaha bagi pengangguran dan remaja putus sekolah.
Pada masa Pemerintahan Orde Baru, nama Karang Taruna hanya diperuntukkan bagi kepengurusan tingkat Desa/Kelurahan serta Unit/Sub Unit saja (tingkat RT/RW). Sedangkan kepengurusan tingkat Kecamatan sampai Nasional menggunakan sebutan Forum Komunikasi Karang Taruna (FKKT), hal tersebut diatur dalam Kepmensos No 11/HUK/1988. Krisis Moneter yang melanda bangsa ini tahun 1997 turut memberikan dampak bagi menurunnya dan bahkan terhentinya aktivitas sebagian besar Karang Taruna. Saat dilaksanakan Temu Karya Nasional (TKN) IV tahun 2001 di Medan, disepakatilah perubahan nama menjadi Karang Taruna Indonesia (KTI). Oleh karena masih banyaknya perbedaan persepsi tentang Karang Taruna maka pada TKN V 2005 yang diselenggarakan di Banten tanggal 10-12 April 2005, Namanya dikembalikan menjadi Karang Taruna. Ketetapan ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. Dengan dikeluarkannya Permensos ini diharapkan tidak lagi terjadi perbedaan penafsiran tentang Karang Taruna, dalam arti bahwa pemahaman tentang Karang Taruna mengacu kepada Peraturan Menteri Sosial tersebut.
Keberadaan Karang Taruna dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama ini, bertumpu pada landasan hukum yang dimiliki, yang terus diperbaharui sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masalah kesejahteraan sosial serta sistem pemerintahan yang terjadi. Sampai saat ini, landasan hukum yang dimiliki Karang Taruna adalah Keputusan Menteri Sosial RI No. 13/HUK/KEP/l/1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna, Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN yang menempatkan Karang Taruna sebagai wadah Pembinaan Generasi Muda, serta Keputusan Menteri Sosial RI No. 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.

Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/ kelurahan dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Rumusan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Karang Taruna adalah suatu organisasi sosial, perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS).
  1. Sebagai wadah pengembangan generasi muda, Karang Taruna merupakan tempat diselenggarakannya berbagai upaya atau kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan karya generasi muda dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM).
  1. Karang Taruna tumbuh dan berkembang atas dasar adanya kesadaran terhadap keadaan dan permasalahan di lingkungannya serta adanya tanggung jawab sosial untuk turut berusaha menanganinya. Kesadaran dan tanggung jawab sosial tersebut merupakan modal dasar tumbuh dan berkembangnya Karang Taruna.
  1. Karang Taruna tumbuh dan berkembang dari generasi muda, diurus atau dikelola oleh generasi muda dan untuk kepentingan generasi muda dan masyarakat di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat. Karenanya setiap desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dapat menumbuhkan dan mengembangkan Karang Tarunanya sendiri.
  1. Gerakannya di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial berarti bahwa semua upaya program dan kegiatan yang diselenggarakan Karang Taruna ditujukan guna mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama generasi mudanya.

Tujuan Karang Taruna adalah:
a. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah sosial.
b. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian serta berpengetahuan.
c. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna.
d. Termotivasinya setiap generasi muda Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f. Terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang memungkinkan pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.

Tugas Pokok Karang Taruna adalah:
Secara bersama‑sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.
      Fungsi Karang Taruna
a. Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial.
b. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat.
c. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda secara komprehensif, terpacu dan terarah serta berkesinambungan.
d. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya.
e. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
f. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik lndonesia.
g. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya.
h. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i. Penguatan sistem jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j. Penyelenggara Usaha‑usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual


.
C.    Karang Taruna Sebagai Pengendali Sosial Kenakalan Remaja.
Karang Taruna beranggotakan pemuda dan pemudi (dalam AD/ART nya diatur keanggotaannya mulai dari pemuda/i berusia mulai dari 11 - 45 tahun) dan batasan sebagai Pengurus adalah berusia mulai 17 - 35 tahun.
Karang Taruna didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada para remaja, misalnya dalam bidang keorganisasian, ekonomi, olahraga, ketrampilan, advokasi, keagamaan dan kesenian.
Karang Taruna merupakan wadah pembinaan generasi muda yang berada di Desa / Kelurahan dalam bidang Usaha Kesejahteraan Sosial. Sebagai wadah pembinaan tentu saja mempunyai beberapa program yang akan dilaksanakan yang melibatkan seluruh komponen dan potensi yang ada di Desa / Kelurahan yang bersangkutan. Sebagai Lembaga / Organisasi yang bergerak di bidang Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan berfungsi sebagai subyek. Karang Taruna sedapat mungkin mampu menunjukkan fungsi dan peranannya secara optimal.

      Sebagai organisasi tentunya harus memiliki susunan pengurus dan anggota yang lengkap dan masing-masing anggota dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan bidang tugasnya serta dapat dapat bekerja sama dengan didukung oleh administrasi yang tertib dan teratur.

      Memiliki program kegiatatan yang jelas sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada disekitarnya Program Kegiatan Karang Taruna belangsung secara melembaga terarah dan berkesinambungan serta melibatkan seluruh unsur generasi muda yang ada.

      Kemampuan untuk menghimpun dana secara tetap baik yang bersumber dari Pemerintah maupun swadaya masyarakat untuk pelaksanaan program masyarakat kegiatannya

     
Karang Taruna harus memiliki sarana prasarana yang memadai baik secara tertulis maupun administrasi Keberadaan Karang Taruna harus mampu menunjukkan peran dan fungsinya secara optimal di tengah-tengah masyarakat sehingga dapat memberikan legetimasi dan kepercayaan kepada komponen-komponen yang lain yang sama-sama berpatisipasi dalam Pembangunan Desa / Keluraharan khususnya pembangunan dalam pembangunan dalam bidang Kesejahteraan Sosial, salah satu komponen yang berperan dalam pembangunan Desa / Kelurahan adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ( LPM ).

       LPM bersama-sama dengan komponen-komponen yang lain sesuai dengan tugas, fungsi dan perananya berkepentingan membangun Desa / Kelurahan masing-masing. Mengetahui bahwa LPM sebagai lembaga masyarakat yang mewadahi segenap aspirasi masyarakat dalam Pembangunan Desa / Kelurahan secara menyeluruh ( Idiologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, Pertahana dan Keamanan ) dan mempunyai tugas yang menyelenggarakan musyawarah Desa / Kelurahan maka Karang Taruna sebagai salah satu bagian dari partisipasi pembangunan bidang kesejahteraan sosial akan selalu koordinasi, konsultasi, koreksi dan memberikan kritik / saran maupun bentuk yang lain dengan LPM
.
        Pemberdayaan Karang Taruna dengan program LPM dalam Usaha Kesejahteraan Sosial ( UKS ). Telah di ketahui bersama bahwa Karang Taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan yang ada di Desa / Kelurahan mempunyai tugas pokok yaitu : bersama-sama pemerintah menangani permasalahan sosial ( Pembangunan dibidang Kesejahteraan Sosial ). Sebagai organisasi Karang Taruna mempunyai program yang disesuaikan dengan kepentingan / keadaan masyarakat Desa / Kelurahan masing-masing.

        Dalam program / kegiatan yang dilaksanakan LPM dan setelah dicermati, dikaji dan dipahami maka dapat ditarik suatu garis kerjasama koordinasi, saling mengisi, saling mendukung dan saling sumbang saran dengan program / kegiatan Karang Taruna sebagai bagian dari partisipasi masyarakat khususnya generasi muda, bidang Usaha Kesejahteraan Sosial, program–programnya akan dilaksanakan bersama-sama membahu pemerintah dalam pembangunan di Desa / Kelurahan meskipun Karang Taruna kosentrasinya pada Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial.

        Sesuai dengan kondisi masing-masing Karang Tarunanya. Karang Taruna diharapkan mampu menyikapi dan menangani berbagi permasalahan kesejahteraan sosial para pemuda dan warga masyarakat umumnya, LPM sebagai wahana partisipasi masyarakat ( salah satunya Karang Taruna ) akan selalu memberikan spirit, dorongan dan membantu pembangunan Karang Taruna melalui program-program yang telah direncanakan Karang Taruna. Karang Taruna yang telah siap dengan program-programnya dan telah dikoordinasikan disingkronkan dengan LPM akan segera memberikan pelayanan kesejahteraan sosial sesuai yang diharapkan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali ( Pemerintah Provinsi Bali ) mengingat Karang Taruna sebagai ujung tombaknya dan berarti pula Karang Taruna mengisi kegiatan LPM.

         Dengan bekal kemampuan dan kemapanan yang optimal, Karang Taruna akan mampu secara maksimal menangani permasalahan kesejahteraan sosial, sehingga permasalahan sosial yang ada di Desa / Kelurahan akan menjadi berkurang / hilang.
Dengan demikian LPM mampu memberikan kontribusi kepada Karang Taruna secara optimal melalui program-programnya dan masyarakat sendiri merasakan dampaknya yaitu permasalahan sosial berkurang, kesejahteraan sosial meningkat dan kesetiakawanan sosial maupun kebersamaan sosial menjadi kental.

Beberapa program UKS Karang Taruna yang dapat dikontribusikan dengan lembaga / organisasi lain dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, antara lain: Pencegahan / preventif terhadap tumbuhnya kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba, minuman keras dan lain-lain melalui kegiatan olah raga, kesenian dan rekreasi dll.

Pelayanan dan rehabilitasi sosial antara lain :kebersihan lingkungan, penyantunan para penyandang cacat anak terlantar secara rujukan maupun langsung, penyantunan para korban bencana dan lain-lain.

Pengembangan melalui kerjasama dengan organisasi sosial yang ada, pembentukan Kelompok Usaha Bersama, ketrampilan ekonomi produktif dll.

Kependudukan dan lingkungan hidup, kesehatan dan gizi, KB, pertanian dll.Program–program tersebut bersifat fleksibel ( dapat berubah ), mengembangkan dan tuntas tanpa menimbulkan akses-akses negatif. Adapun fungsinya antara lain : sebagai pencegahan, rehabilitasi, pengembangan dan penunjang.

Selain dari program , banyak kegiatan yang dapat diprogramkan untuk membangun Desa / Kelurahan khususnya pada bidang kesejahteraan sosial.






PENUTUP



A.  Simpulan
Karang Taruna adalah salah satu bentuk transformasi dari alat pengendalian sosial. Menjamin stabilitas & kepastian adalah fungsi yang essensial dari hukum. Namun demikian, pengendalian sosial juga merupakan fungsi hukum yang tidak dapat diabaikan begitu saja karena mekanisme pengendalian sosial merupakan suatu proses yang telah direncanakan terlebih dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh dan bahkan memaksa masyarakat untuk mematuhi norma-norma hukum yang berlaku. Karang Taruna adalah sebuah gambaran  pengendalian sosial yang bersifat preventif represif.


B.  Saran
 Pengadaan Karang Taruna haruslah terus dibina guna memaksimalkan sistem pengendalian sosial yang efektif di masyarakat. Karena sudah dijelaskan di bagian awal bahwa peran utama yang menimbulkan masalah sosial adalah kenakalan remaja yang senantiasa menganggur. Sisi pengangguran inilah yang harus jadi objek kita untuk selalu memajukan kehidupan sosial bersama yang tetap pada koridor hukum.




















DAFTAR PUSTAKA



1.      WWW. GOOGLE.COM.

Implementasi Hukum Islam


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sekang kita hidup di era yang modern,semua yang kita butuhkan langsung tersedia secara instant.fenomena ini,bisa kita lihat di beberapa bidang. Di bidang komonikasi,kita dulu masih SD tidak ada orang yang megang hendphone kecuali orang-orang tertentu saja,bahkan dulu TV sangat sulit kita jumpai,tetapi pada era ini anak SD pun sekarang udah banyak yang megang HP,bahkan sekarang di desa-desa udah ada yang namanya internet. Di bidang kedokteran,sekarang orang yang hamil bisa diketahui apakah bayinya laki-laki atau perempuan,bahkan juga bisa mengetahui istri yang sudah ditinggalkan suaminya apakah dirahimnya terdapat bayinya atau tidak.
Dan dibidang-bidang yang lainya. Sejalan dengan perkembangan itu,persolan-persoalan juga semakin kompleks. Dan apkah hukum Islam bisa menjawab semua perolan-persolan itu?. Dan apakah jawaban-jawaban itu masih relevan seperti saman Nabi dan shabat-sahabat-Nya? Dan apa yang harus dilakukan jika jawaban-jawaban itu tidak relevan lagi?
1.2 Topik Bahasan
Topik bahasan dalam makalah ini adalah: Apa definisi dari pembaharuan hukum Islam itu sendiri?,Bagaiman histories perkembangan hukum Islam dari saman Rasulullah SAW sampai sekarang?,Dan bagaiman caranya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam itu?
1.3 Tujuan penulisan makalah
Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui pembaharuan hukum Islam pada masa Nabi Muhammad SAW sampai sekarang dan mengapa harus ada pembahauan hukum Islam dan bagaiman caranya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembahuruan Hukum Isalam
Pembahuruan hukum Islam terdiri dari dua kata,yaitu “pembahuruan” yang berarti modernisasi,atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru;dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau koleksi daya upaya para fukaha dalm bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat.dalam hal ini hukum Islam sama dengan fiqh,bukan syariat.
2.2 Historis Perkembangan Hukum Islam
Sebelum penulis membahas pembaharuan hukum Islam di Indosesia,perlu diketahui historitas pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari masa kemasa. masa,yaitu;
? Pada Masa Rasulullah (610M – 632M)
Dengan diturunkanya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mulailah tarikh tasyri’ Islami. Sumber tasyri’ Islami adalah wahyu (Kitabullah dan Sunnah Rasul). Ayat tasyri’ datang secara berangsur-angsur dan bertahap (tadrij).tadrij ini berhubungan dengan adat-adat bangsa Arab meninggalkan adat-adat yang lama dengan hukum yang baru/hukum Islam.dan dijadikan prinsip-prinsip umum.
? Pada masa Khulafa’ur Rasyidin (632M – 662M)
1) Abu Bakar Ash-Shiddiiq
Pada masa ini disebut masa penetepan tiang-tiang (da’aa’im).dengan memerangi orang-orang yang murtad mutanabbi dan pembangkang penyerahan zakat.
Di masa ini pula dikumpulkan Al-Qur’an pada satu mushaf.
2) Umar Ibn Khatab
Pada masa ini telah bisa menyusun administrasi pemerintahan menetapkan pajak.kharaj atas tanah subur yang dimiliki oleh orang non muslim,menetapkan peradilan,perkantoran,dan kalender penanggalan.
Umar dikenal sebagai imamul-mujtahidin. Di masanya beliau berijtihad.antara lain tidak menghukum pencuri dengan potong tangan karena tidak ada illat untuk memotongnya dan tidak memberi zakat kepada al-muallafatu quluubuhum,karena tidak ada ‘illah untuk memberinya.
3) Utsman Ibn Affan
Pada zamanya telah diperintahkan Zaid Ibn Tsabit dan Abdullah Ibn Zubair. Sa’iid Ibn Al-Ash dan Abdurrahman Bin Harits untuk mengumpulkan Al-Qur’an dengan qiraah (dialek) yang satu dengan mushaf satu macam pula pada tahun 30 H./650M.
4) Ali bin Abi Thalib
Dengan wafatnya Sayyidina Ali, berakhirlah masa Khulafa’ur-Rasyidin dalam perkembangan tasyri’ Islam.
Pada masa ini sumber tasyri’ Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang disebut dengan nash atau naql,apabila ada masalah yang tidak jelas dalam nash,para sahabat pada zaman Khulafa’ur-Rasyidin,memakai ijtihad dengan berpegang kepada ma’quul an-nash dan mengeluarkan ‘illah atau hikmah yang dimaksud dari nash itu,kemudian menerapkan pada semua masalah yang sesuai dengan ‘illahnya dengan ‘illah pada yang dinash untuk mendapatkan hukum yang dicari,yang disebut dengan al-qiyaas,jika hukum yang dicari tidak ada nashnya,maka para sahabat bermusyawarah,yang disebut dengan al-ijmaa’. Para Ulama’ menyebutkan bahwa dari praktek khulafa’ur-Rasyidin itu terdapat perluasan dasar tasyri’ Islam disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat juga Al-Qiyaas dan Al-Ijmaa’.
? Masa Khilafah Amawiyah
Pada masa ini adalah masa pembentukan fiqh Islami yaitu ilmu furu’ syari’ah dan hukum-hukumnya yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili.para fuqaha meletakkan peraturan dasar yang diambil dari Al-Qur’an,As-Sunnah dari Ijma’ dan Qiyas.pada garis besarnya mereka terbagi ke dalam dua aliran,yaitu aliran Hijaz yang berpegang kepada nas-nas as-sunnah/ahli hadis,dan aliran Irak yang telah dipengaruhi kebudayaan masyarakat yang baru,sehingga para fukaha-nya cendrung menggunakan qiyas/ar-ra’yi. Dan masa ini juga telah dimulai penafsiran al-qur’an dan pengumpulan hadits,mempelajari dan mendalaminya,menjaga kepalsuan dari pengaruh politik,pengaruh gololongan,atau sebab-sebab yang lain.
? Masa Keemasan Abbasiyah
Pada masa ini syari’at dipelajari secara khusus dengan ilmu khusus yaitu ushulul-fiqh dan dikarang kitab-kitab dalam hal furu’ fiqh. Dan pada masa ini fuqaha sunni terbagi tiga golongan,yaitu fuqaha sunni ahli Ra’yi tokohnya abu hanifah di iraq,dan fuqaha sunni ahli hadits tokohnya malik ibnu anas di hijaz,dan golongan yang bertentangan dari kedua golongan tersebut yaitu aliran asy-syafi’i
Kemudian muncullah madzhab-madzhab sunni.yang besa dan masih hidup: hanafi, maliki, syafi’i, dan hanbali.
Dari segi sumber tasyri’ selain nash (Al-Qur’an dan Sunna) telah bertambah dalil ‘aqli,yaitu ijma’ dan qiyas,dan dalil-dalil istihsan dari Abi Hanifah dan mashlahatul-mursalah.
? Masa Kemerosotan
lmu fiqh berhenti sedikit demi sedikit,bahkan mereka melakukan ijtihad fil-madzhab,sehingga khalifah-khalifah hanya menjadi pendukung madzhab yang adaturki mendukung madzhab hanafi,ayyubi mendukung syafi’I,fathimi mendukung madzhab isma’ili.Para hakim menjadi engikut madzhab yang dianut oleh Negara yang tidak berijtihad sendiri.
Pada permulaan abad ke empat hijrah,fuqaha sunni menetapkan tertutupnya pintu ijtihad,sehingga berkembanglah bid’ah dan khurafat dan hanya taqlid yang berkembang.
? Masa kebangkitan
Pada masa ini Ahmad Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang bermadzhab kepada Hanbali memerangi bid’ah dan khurafat, dan menganjurkan memahami syari’at dengan memakai pikiran, penalaran dan akal sehat, dan mengatakan pintu ijtihad itu terus berlaku sampai hari kiamat, dan memerangi taqlid buta.
? Perkembangan Fiqh Pada Masa Mujtahihidin
Akhir abad pertama muncul mujtahid-mujtahid dalam furu’. Yang termasyhur serta urutanya sebagai berikut:
1. Madzhab Aby Hanifah
Dikalangan sunni madzhab ini banyak memperkenalkan ra’yu.dan dalam berijtihad selain menggunakan Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan dalil Al-istihsan sebagai dalil yang khusus.madzhab ini menjadi madzhab resmi pemerintahan Utsmaniyah pada zaman Abbasiyah
2. Madzhab Maliki
Madzhab ini berimam pada malik ibn anas dan terkenal sebagai madrasah ahlul-hadits.pegangan dalam beristinbath selain Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan Al-Maslahatul Mursalah,qaul shahabi dan adat yang diikuti di Madinah
3. Madzhab Asy-Syafi’i
Dalam beristinbath hukumnya juga menggunakan Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas,tetapi menolak dalil Al-istihsan dari Aby Hanifa dan Al-Maslahatul Mursalah dari imam Maliki.karena madzhab ini merupkaqn pertengahan dari Aby Hanifah dan Imam Maliki.
4. Madzhab Ahmad Ibn Hanbal
Madzhab ini merupakan madzhab yang terakhir dikalangan sunni.gurnnya adalah imam Syafi’i,tetapi memiliki madzhab sendiri dan lebih banyak bergerak pada aqidah untuk membersihkan ummat dari khurafat,takhayul,bid’ah.dan dikenal dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits mengikuti paham salaf.
5. Madzhab Syi’ah
Madzhab ini timbul karena problem politik,mereka tidak mengakui Khulafaur-Rasyidin kecuali sayyidina ali,Abbasiyah,dan Amawiyah,karena mereka memiliki statemen “khalifah itu hanya keturunan Nabi (Ahl Al-bait).
Madzhab ini terbagi menjadi dua bagian diantaranya:
1) Syi’ah Imamiyyah Itsna ‘Asyariyah
Deasar fiqhnya adalah al-qur’an dan hadits yang sanadnya dari Ahlu Bait dan ijma’nya dari imam yang ma’shum,kemudian dengan dalil aqal yang bukan qiyas yang disebut dengan madzhab Ja’fari.
2) Syi’ah Zaidiyayah
Madzhab ini mengakui kekholifahan Khulafaur-Rasyidin,sehingga diidentifikasi dengan madzhab sunni.
3) Syi’ah isma’iliyyah
Atau juga disebut madzhab Batiniyah,karena mereka menganggap kalau Al-Qur’an makna-Nya yang batin.
6. Madzhab-madzhab lainya
a) Madzhab Al-Auza’i
b) Madzhab Dzahiri
Tokoh pendirinya adalah Dawud Ibn Ali (wafat 270 H/883 M).Madzhab ini berpegang kepada zhahir ana al-qur’an dan hadits.mereka tidak menerima ijma’ selain ijma’nya sahabat,dan tidak menerima qiyas selain qiyas nash.
c) Kadzhab Al-Thabari
? Perkembangan Fiqh Pada Masa Utsmani
Pemerintah Utsmani lahir pada abad ke-14 di Anatoli (Turki) dan berlangsung 4 abad dan menganut madzhab hanafi secara resmi untuk fatwa dan keadilan setelah beberapa tahun.
Ada beberapa halangan untuk mengodifikasikan hukum,antara lain:
I. Sumber Tasyri’ Islami
Mereka khawatir dalam berijtihad mengalami kekeliruan,karena sumber tasyri’ adalah hal yang suci.
II. Kemerdekaan Berijtihad
Berijtihad merupakan hak asasi bagi yang berhak.Apabila hasil ijtihad telah dikodifikasikan,maka tidak menerima ijtihad orang lain,padahal dalam hal masalah baru harus ber-ijtihad lagi,
III. Kemerdekaan Aqidah
Islam tidak ada paksaan untuk beragama,jadi apabila fiqh telah dikodifikasikan,berarti membatasi kemerdekaan aqidah bagi yang lain.
Jadi dalam melakukan kodifikasi ditempuh secara bertahap, antara lain:
a. Menetapkan Yang Resmi Bagi Negara
Pada awalnya untuk menetapkan madzhab yang resmi sangat sulit, karena dikewatirkan terjadi pertentang pendapat.tetapi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang mendesak,maka sultan salim yang memerintah pada saat itu menetapkan madzhab hanafi sebagai madzhab resmi Negara dalam hal peradilan dan fatwa.
b. Menyusun Pendapat Satu Madzhab
Setalah mempersatukan madzhab diseluruh wilayahnya,maka disusunlah hukum perdata utsmani yang dikenal dengan majallatul-ahkam al-adliyah,selain semua rakyat untuk menaatinya,hakim juga harus mengikuti perintah sultan dan tidak boleh menerima hasil mujtahid yang lainya.
c. Membuat Kompilasi Madzhab Lain
Pemerintah juga mengambil pendapat dari madzhab yang lain yang sesuai demi kemaslahatan ummat.
d. Mengambil PerUndang-Undangan Modern
Hukum perdata,hukum perdagangan,hukum pidana yang baru yang lebih modren dititik beratkan harus berdasarkan syari’at Islamiya.? Masuknya Campur Tangan Asing Ke Dalam Undang-Undang Asing
Yang sangat krusial campur tangan asing pada abad ke-19 ketika pemerintahan utsmani sudah melemah,khususnya pada pemerintahan abdul-aziz (1861M – 1876M),ketika Negara jatuh ke dalam hutang luar negeri karena pemborosan keroyalan dan juga karena berpikirnya tidak berdasarkan kesatuan agama tetapi karena kesukuan dan kebangsaanya ? Peraturan Dan PerUndang-Undangan Kerajaan Utsmani
Beberapa Undang-Undang pemerintah Utsmani yang dipengaruhi campur tangan asing,diantaranya adalah:
1.
Undang-Undang perdagangan
2. Undang-Undang pertahanan
3. Undang-Undang hukum pidana
4. Undang-Undang perdagangan laut
5. Undang-Undang hukum acara
2.3 Islam Datang Ke Indonesia
Sebelum Islam datang ke Indonesia,sudah banyak agama-agama yang dianut masyarakat setempat,dan ternyata Islam masuk bersamaan dengan mistis dari agama Hindu Budha.
I. Awal mula masuknya Islam ke Indonesia
Islam datang ke Indonesia dengan proses penyesuaian dengan agama sebelumnya dan tradisi budaya setempat seperti Wali Songo di jawa,hal ini yang menyebabkan kepercayaan yang sifatnya sinkritisme.dan ada juga yang berpendapat masuknya Islam ke Indonesia karena aspek hukumnya,dan jika pendapat ini yang dipakai maka terjadi pelemahan proses dari ajaran hukum Islam di Indonesia,artinya pada mulanya orang Indonesia taat pada hukum Islam,kemudian mereka meninggalkanya.
Lepas dari perbedaan tersebut,pelaksanaan hukum Islam banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional setempat. Hal tersebut bertujuan untuk memperlancar proses Islamisasi, tetapi kenyataanya terbalik,yaitu terjadi dominasi nilai-nilai tradisional dan sedikitnya menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
II. Kerajaan samudra pasai
Kerajan Islam pertama kali di Indonesia adalah kerajaan samudra pasai dengan rajanya bernama Malikus Saleh.Disamping itu hukum Islam juga tertanam kuat di Aceh sampai Indonesia merdeka.
Pepaduan antara kehadiran Islam dengan agama-agama lain,yang melahirkan konsepsi Islam yang tidak saja berorientasi kepada nilai-nilai yang tidak bersumber pada aslinya,tetapi juga banyak konsepsi baru yang banyak menyimpang dari ajaran semula,sehingga timbul beberapa aliran kebatinan dan aliran kepercayaan yang berbeda-beda.
III. Hukum Islam di kerajaan Mataram
Sebelum sultan agung menjadi sultan mataram,masyarakat setempat memeluk agama hindu.setelah Sultan Agung menjadi sulatan mataram hukum Islam sangat berpengaruh di kerajaan itu.hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hukum kisas. Tidak hanya di daerah kerajaan agung saja,tetapi disebelah utara jawa,terbukti dengan adanya pengadilan-pengadilan agama baik yang berhubungan dengan keluarga atau yang lainya yang dipimpin langsung oleh pemuka-pemuka kerajaan.
Setelah mataram menunjukkan kemunduran,nama fatahillah diabadikan sebagai salah seorang tokoh Wali Songo. Dan meskipun mengalami kemunduran pengaruh Islam masih sangat kentel.
IV. Kerajaan Banjar
Sebagian masyarakat banjar atau Kalimantan sudah ada yang memeluk agama Islam.
Pada saat Pangeran Samudra atau Pangeran Suriansyah mau berperang dengan pamanya; Pangeran Tumenggung,beliau berjanji akan masuk Islam jika menang dalam peperangan,sehingga kerajaan di Jawa banyak yang membantu. Dengan masuknya pangeran suriansyah ke agama Islam,maka proses ilamisasi di banjar semakin mudah,tetapi konsepsi hukum yang dianut nampaknya juga tidak murni berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits,karena sebelumnya sudah ada agama Hindu.dan proses Islamisasi juga dipengaruhi oleh faham tasawwuf (sufisme).
Dengan fawatnya pangeran Suriansyah, pengganti-penggantinyapun masih meneruskan tradisi-tradisinya, bahkan mengalami ekspansi.Bukti dari,kehidupan keagaman diwujudkan pula dengan dibentuknya mufti-mufti,yang menangani hukum yang berkaitan dengan hukum-hukum keluarga dan perkawinan.Dan qadli yang menangani masalah-masalah hukum privat dan pidana atau dikenal dengan had.tercatat dalam sejarah banjar,diberlakukanya hukum bunuh terhadap orang Islam yang murtad,hukum potong tangan untuk orang yang mencuri.bahkan hukumnya dikodifikasikan dengan berorientasi kepada hukum Islam,atau disebut dengan Undang-Undang Sultan Adam.Akhirnya kedudukan sultan selain sebagai pemegang kekuasan dalam kerajaan juga diakui sebagai Ulul amri kaum muslimin diseluruh kerajaan.
V. Hukum Islam pada masa kompeni
Hadirnya kompeni di Indonesia pada awalnya hanyak untuk mendapatkan keuntungan materi saja,tetapi ketika mereka tahu kalau masyarakat Indonesia kebanyakan beragama Islam,maka agama merekapun (kristen) dibawa masuk pula ke Indonesia.secara umum kehadiran mereka di sambut kurang simpatik penduduk (orang pribumi atau inlander),karena sudah ada agama Islam sebelumnya,maka mau tidak mau mereka harus menghormati Islam sebagai agama dan kenyataan yang ada di Indonesia dan tidak bisa memaksakan pengaruhnya terutama kaitanya dengan bidang-bidang agama.
Dalam era penjajahan yang begitu lama,Indonesia seakan-akan berada dalam keadaan”status qua”,artiunya hukum Islam hanyalah berkedudukan sebagai sistem yang mempengaruhi,bukanya hukum yang secara kongkrit dan seluruhnya diterapkan.
Di masa kompeni Islam dan konsepnya tidak dapat dengan mudah dipengaruhi oleh agama dan budaya belanda,itu disebabkan karena didirikanya pendidikan Islam yang dikenal dengan pesanteren,karena dipesantren merupakan basis utama dalam mengembangkan akidah Islam.
2.4 Hukum Islam Menjelang Dan Sesudah Indonesia Merdeka
i. Pembaharuan Hukum Islam Dan Pergerakan Nasional
Hukum Islam pada masa ini bekembang cendung lamban,seirama denagan ketradisionalan,ini semuanya disebabkan karena Indonesia belum merdeka.
Dan dapat dimakulumi jika sebagian serjan belanda melontarkan konsepnya tentang hukum agama bahwa hukum agama merupakan hukum adat setempat dan kedudukanya sebagai penunjang saja dan dapat dirombak jika tidak sesuai dengan zaman. Dan dengan hadirnya para tokoh yang notabeni dari pesantren yang sebagai konseptor merombak tata nilai berdasarkan hukum Islam,dan juga berdasarkan pengetahuan moderan agar sesuai dengan zaman.
Untuk memurnikan kembali ajaran-ajaran Islam ditempuh melalui organisasi baik yang sifatnya masa atau non-masa,prinsip dari organisasi disamping mempunyai misi penyebaran agama juga mencerdaskan taraf berfikir serta meningkatkan kehidupan sosial ekonomi,secara politis hal ini juga dijadikan basis kuat untuk melahirkan kemerdekaan dengan menanamkan rasa nasionalisme yang didasarkan kepada agama ,bahwa kemerdekaan bukan hanya kemerdekaan Indonesia melainkan kemerdekaan kaum muslimin Indonesia dan kemerdekaan Islam,sehingga organisasi itu diterima baik oleh masyarakat.
Secara konsepsional ibnu taimiyah (1263-1328) dan ibn qayyim (1292-1350) memplopori gerakan pembaharuan atau tajdid yang bertujuan merombak segala ketidak kebeneran dan penyimpangan terhadap nilai-nila agama,kemudian diteruska oleh Muhammad abdul wahhab (1703-1787),dan pada abad ke dua puluh ini dipopulerkan kembali oleh jamaluddin al-Afghani (1830-1897) kemudian diteruskan oleh muridnya Muhammad Abduh (1845-1899) dan sayid rasyid ridha (1866-1935).
Gerakan ini melalui pengaruh aliran wahabi dari arab yang dibawa oleh pelopor perang paderi dari Sumatra bagian barat,mereka menganggap adat-adat lama bertentangan dengan hukum Islam dan berkeinginan mengembalikan hukum-hukum Islam sesuai konsep yang sebenarnya dari Islam yang berdasarkan al-qur’an dan hadits,namun keadaan ini dipertahankan oleh golongan tua,sehingga terjadi konflik besar-besaran.Segala bentuk pembahuran yang dilakukan oleh para pemimpinya memiliki pola yang berbeda-beda,sehingga gerakanya juga ada yang radikal dan tidak radikal.
ii. Hukum Islam Pada Pendudukan Jepang
Jepang datang ke Indonesia tujuan utamanya adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai basis pangkalanya didaerah –daerah bagian selatan, sehingga hukum yang konsepsional tergantung kepada keadaan.artinya,apapun bentuk hukumnya kalau menganggu pemerintah militerisme maka akan dilarang.dan jika konsepsi agamanya mendukung misinya maka dibiarkan berkembang.
iii. Saat Menjelang Proklamasi Kemerdekaan
Hukum Islam pada masa ini paling menentukan agar konsepsi Islam seimbang antara kehidupan dunia akhirat dan bisa dijadikan Tata Hukum Di Indonesia.
iv. Pembicaraan hukum Islam dalam siding BPUPK
Dalam siding-sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) ini, terjadi perdebatan hangat antara golongan Islam dan golongan nasionalis.
Konsepsi nasionalis pertama kali dilontarkan oleh Soekarmo,dalam pidatonya yang dikenal dengan lahirnya pancasila pada tanggal 1 juni 1945.inti isi dalam pidatonya itu menyatakan bahwa dasar Indonesia yang pertama adalah kebangsaan.
Dalam siding BPUPK soekarno duduk dibarisa depan sambil menjelaskan “nationale staat”.dalam konteks ini soekarno beusaha mencari pemecahan masalah yang dapat mempertemukan golongan Islam dan nasionalis.namun dari konfontir yang dikeluarkan tidak mendasarkan kepada ajaran-ajaran Islam,tetapi mengutip konsepsi renan tentang syarat bahwa ssuatu bangsa haruslah merasa ndirinya bersatu dan mau bersatu,soekarno menyatakan bahwa maksud dari nationale staat adalah persatuan antara orang dan tempat.
Dari segi ini dapat dilihat toleransi pemeluk Islam,yang dengan ikhlasnya tidak memaksa konsepsinya.ketoleransian itu didasarkan atas realita,bahwa Indonesia tidak dihuni oleh orang Islam saja.
Konsepsi Soekarno disusul oleh Prof. Muh.Yamin,konsepsinya tidak jauh berbeda dengan konsepsi soekarno,dengan mengajukan konsepsi dasar Negara dengan meletakkan ketuhanan tetapi tidak mengulasnya terperinci,karena Indonesia merupakan Negara sekuler.tetapi konsepsi itu tidak disetujui oleh Moh. Hatta ,yang tegas-tegas menginginkan dipisahkanya agama dengan Negara.
Kemudian prof. soepomo memberikan perumpamaan “jika Indonesia didirikan negara Islam,maka akan timbul masalah minderhiden,meskipun negara Islam dengan sebaik-baiknya menjaga kepentingan golongan kecil itu,tetapi golongan kecil itu tentunya tidak mau mempersatukan dirinya dengan negara.oleh karena itu tidak sesuai dengan cita-cita negara persatuan,yang telah diidam-idamkan oleh semua kita semua dan bala tentara”
Akhirnya Soepomo menyarankan agar Indonesia berdiri menggunakan sistem totaliter,dengan tidak membedakan agama yang satu dengan agama yang lainya.
v. Lahirnya Piagam Jakarta
Pada Tanggal 10 Juli 1945,BPUPK menyelenggarakan sidang yang dihadiri oleh golongan Islam dan golongan nasionalis untuk mendengarkan hasil-hasil rapat dari panitia (piagam jakarta) yang disampaikan oleh soekarna sebagai ketua dari BPUKP.istilah piagam Jakarta itu dikemukakan oleh Muhammad yamin pada tanggal 11 juli 1945.pada waktu saat itu beliau mengajukan konsepsinya tentang dasar Indonesia merdeka.dan dijadikan sebagai kertas legal yang berisi garis-garis pembentukan Negara merdeka republik Indonesia,yang merupakan perlawanan kepada fasisme,kapitalisme,dan imperialisme serta dijadikan mukaddimah Undang-Undang dasar 1945,juga berisi kalimat-kalimat proklamasi kemerdekaan Indonesia.
vi. Perkembangan Piagam Jakarta
Secara formal piagam Jakarta disetujui oleh badan penyelidik sebagai pembukuaan Undang-Undang Negara yang akan berdiri.
Karena pembukuan sifatnya sangat fundamental,maka apa yang tertuang akan dijabarkan lebih lanjut dalam batang tubuh Undang-Undang dasar,pasal demi pasal,sehingga hasilnya tergantung aspirator.
2.5 Metode Untuk Melakukan Pembaharuan Hukum Islam
Dari sejarah diatas,kita dapat menyimpulkan bahawa hukum Islam itu harus dinamis,sehingga tidak luput dari suatu pembaharuan. Untuk melakukan suatu pembaharuan hukum Islam harus ditempuh melalui beberapa metode.dalam hal ini ibrahim hosen seorang ahli hukum Islam Indonesia menawarkan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pemahaman baru terhadap Kitabullah
Untuk mengadakan pembaharuan hukum Islam,hal ini dilakukan dengan direkonstruksi dengan jalan mengartikan al-qur’an dalamkonteks dan jiwanya.pemahaman melalui konteks berarti mengetahui asbab an-nusul. Sedangkan pemahaman melalui jiwanya berarti memperhatikan makna atau substansi ayat tersebut.
2) Pemahaman baru terhadap Sunah
Dilakukan dengan caramengklasifikasikan sunnah, mana yang dilakkan Rasulullah dalam rangkka Tasyri’ Al-Ahkam (penetapan hukum) dan mana pula yang dilakukannya selaku manusia biasa sebagai sifat basyariyyah (kemanusiaan). Sunnah baru dapat dijadikan pegangan wajib apabila dilakukan dalam rangkaTasyri’ Al- Ahkam. Sedangkan yang dilakukannya sebagai manusia biasa tidak wajib diikuti, seperti kesukaaan Rosulullah SAW kepada makanan yang manis, pakaian yang berwarna hijau dan sebagainnya. Disamping itu sebagaimana aal-Qur’an, Sunnah juga harus dipahami dari segi jiwa dan semangat atau substansi yang terkandung didalamnya.
3) Pendekatan ta’aqquli (rasional)
Ulama’ terdahulu memahami rukun Islam dilakukan dengan Taabbudi yaitu menerima apa adanya tanpa komentar, sehingga kwalitas illat hukum dan tinjauan filosofisnya banyakk tidak terungkap. Oleh karena itu pendekatan ta’aquli harus ditekankan dalam rangka pembaharuan hukum Islam (ta’abadi dan ta’aqquli).
Dengan pendekatan ini illat hukum hikmahat-tashih dapat dicerna umat Islam terutama dalam masalah kemasyarakatan.
4) Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
Dalam masalah hukum pidana ada unsur zawajir dan jawabir. Jawabir berarti dengan hukum itu dosa atau kesalahan pelaku pidana akan diampuni oleh Allah. Dengan memperhatikan jawabir ini hukum pidana harus dilakukan sesuai dengan nash, seperti pencuri yang dihukum dengan potong tangan, pezina muhsan yang dirajam, dan pezina ghoiru muhsan didera. Sedangkan zawajir adalah hukum yang bertujuan untuk membuat jera pelaku pidana sehingga tidak mengulanginya lagi. Dalam pembaharuan hukum Islam mengenai pidana, yang harus ditekakankan adalah zawajir dengan demikian hukum pidana tidak terikat pada apa yang tertera dalam nash.
5) Masalah ijmak
Pemahaman yang terlalu luas atas ijmak dan keterikatan kepada ijamak harus dirubah dengan menerima ijmak sarih,yang terjadi dikalangan sahabat (ijmak sahabat) saja,sebagai mana yang dikemukakan oleh asy-syafi’i.kemungkinan terjadinya ijmak sahabat sangat sulit,sedangkanijmak sukuti (ijmak diam) masih diperselisihkan. Disamping itu,ijmak yang dipedomi haruslah mempunyai sandaran qat’i yang pada hakikatnya kekuatan hukumnya bukan kepada ijmak itu sendiri,tetapi pada dali yang menjadi sandaranya. Sedangkan ijmak yang mempunyai sandaran dalil zanni sangat sulit terjadi.
6) Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat)
Kaidah-kaidah yang dirumuskan untuk mendeteksi ilat hukum yang biasanya dibicarakan dalam kaitan dengan kias. Dalam kaidah pokok dikatakan bahwa “hukum beredar sesuai dengan ilatnya”. Ini fitempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari serta menguji alit yang benar-benar baru.
7) Masalih mursalah
Dimana ada kemaslahatan disana ada hukum Allah SWT adalah ungkapan popular dikalangan ulama. Dalam hal ini masalih mursalah dijadikan dalil hukum dan berdasarkan ini,dapat ditetapkan hukum bagi banyak masalah baru yang tidak disinggung oleh al-qur’an dan sunah.
8) Sadd az-zari’ah
Sadd az-zari’ah berarti sarana yang membawa ke hal yang haram. Pada dasarnya sarana itu hukumnya mubah,akan tetapi karena dapat membawa kepada yang maksiat atau haram,maka sarana itu diharamkan. Dalam rangka pembaharuan hukum Islam sarana ini digalakkan.
9) Irtijab akhalf ad-dararain
Dalam pembaharuan hukum Islam kaidah ini sangant tepat dan efektif untuk pemecahan masalah baru. Umpamanya perang di bulan muharram hukumnya haram, tetapi karena pihak musuh menyerang,maka boleh dibalas dengan berdasarkan kaidah tersebut,karena serangan musuh dapat menggangu eksistensi agama Islam.
10) Keputusan waliyy al-amr
Atau disebut juga ulil amri yaitu semua pemerintah atau penguasa,mulai dari tingkat yang rendah sampai yang paling tinggi. Segala peraturan Undang-Undangan wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan agama. Hukum yang tidak dilarang dan tidak diperintahakn hukumnya mubah. Contohnya,pemerintah atas dasar masalih mursalah menetapkan bahwa penjualan hasil pertanian harus melalui koperasi dengan tujuan agar petani terhindar dari tipu muslihat lintah darat.
11) Memfiqhkan hukum qat’i
Kebenaran qat’i bersifat absolut. Sedangkan kebenaran fiqh relative.menurut para fukaha, tidak ada ijtihad terhadap nas qat’i (nas yang tidak dapat diganggu gugat). Tetapi kalau demikian halnya,maka hukum Islam menjadi kaku. Sedangkan kita perpegang pada moto: al-Islam salih li kulli zaman wa makan dan tagayyur al-ahkam bi tagayyur al-amkinah wa al-zaman.untk menghadapi masalah ini qat’i diklasifikasikan menjadi:Qat’I fi jami’ al-ahwal dan Qot’i fi ba’d al-ahwal. Pada qot’I fi al-ahwal tidak berlaku ijtihad,sedangkan pada qot’I fi ba’d al-ahwal ijtihad dapat diberlakukan.tidak semua hukum qat’I dari segi penerapanya (tatbiq) berlaku pada semua zaman
2.6 Tujuan Dilakukanya Pembaharuan Hukum Islam
Pembaharuan hukum Islam dimaksudkan agar ajaran Islam tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern. Untuk mengembalikan aktualitas hukum Islam atau untuk menjembatani ajaran teoretis dalamkitab-kitab fiqh hasil pemikiran mujtahid dengan kebutuhan masa kini. Itu semua dapat ditempuh dengan beberapa cara:
1) Memberikan kebijakan administrasi
Hal ini sudah dilakukan di Mesir menjelang kehadiran Undang-Undang perkawinan. Dalam kitab fiqh yang belaku disemua madzhab tidak ditemukan pencatatan perkawinan. Pada masa mujtahid menghasilkan fiqhnya, hal tersebut dirasakan tidak perludan tidak bermanfaat.
Pada masa kini pencatatan perkawinan sangat dibutuhkan untuk mengamankan perkawinan itu sendiri.
2) Membuat aturan tambahan
Tanpa mengubah dan mengurangi materi fiqh yang sudah ada,dibuat aturan lain yang dapat mengatasi masalah social,seperti wasiyyah wajibah yaitu wasiat wasiat yang diberikan kepada cucu yang tidak menerima waris karena bapaknya telah meninggal lebih dahulu,sedangkan saudara bapaknya masih ada.
3) Talfiq (meramu)
Hasil ijtihad tertentu diramu menjadi suatu bentuk baru,seperti Undang-Undang perkawinan turki yang menggabungkan madzhab hanafi yang mayoritas dengan madzhab Maliki yang minoritas. Undang-Undang ini hanya bertahan menjelang diberlakukanya Undang-Undang perkawinan swiss yang hingga sekarang masih berlaku di Turki.
4) Melakukan reinterpretasi dan reformulasi
Dalil fiqh yang tidak actual lagi dikaji ulang,terutama yang menyangkut hubungan dalil dengan rumusan hukum. Dalil yang pernah diiterpretasikan oleh mujtahid dahulu diinterpretasikan sesuai dengan jiwa hukum dan tuntutan masyakat pada saat itu. Formulasi baru berdasarkan interpretasi baru baru itu ada yang dituangkan dalam Undang-Undang dan ada pula yang berbentuk fatwa. Hal ini pada fiqh munakahat dapat dilihat dalam masalah monogami,bigami,poligami yang dulunya mudah dan tidak bertanggung jawab,mulai dibatasi dan dipersulit,bahkan ditentukan untuk dilakukan dipengadilan.
Para ulam Indonesia yang pada mulanya banyak menganut madzhab syafi’i,pada saat ini telah terjadi pembaruan atau perubahan. Pendapat-pendapat madzhab lain sudah mulai diterima dan semakin berintegrasi dengan masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat setelah ulama indosesia kembali dari pusat ilmu fiqh di Timur Tengah yang memiliki pemahaman mendalam tentang berbagai masalah fiqh.umpanya uluma yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU)meskipun pada mulanya mengikuti madzhab syafi’i secara baik,nerusaha mengkaji kembali permasalahan fiqh dan membahasnya berdasarkan seluruh paham yang ada. Mereka menilai dalil-dalil yang menghasilkan paham yang berbeda-beda tersebut,kemudian mengambil satu paham yang lebih kuat.Hal ini dilakukan oleh Bahtsul Masail Ad-Diniyah Nahdlatul Ulama (NU). Hal yang sama dilakukan oleh ormas-ormas lain seperti seperti muhammadiyah dengan Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Pembaharuan hukum Islam di Indonesia juga bias dilihat dalam UU No.1/1974 tentang perkawinan. Undang-Undang perkawinan ini adalah peraturan yang berlaku di kalangan warga Indonesia,terutama untuk umat Islam yang selam ini terikat pada fiqh munakahat. Undang-Undang perkawinan ini berbeda dengan fiqh munakahat menurut paham madzhab syafi’i yang selam ini dijalankan oleh umat Islam di Indonesia,bahkan juga berbeda dengan kitab-kitab fiqh yang selama ini dipelajari di luar madzhab syafi’i,seperti penentuan batas usia perkawinan 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Hal ini tidak sesuai dengan fiqh yang membolehkan perkawinan anak-anak.
Dalam hukum kewarisan di Indonesia,hazairin gelar pengeran alamsyah,ahli hukum ada jauga menawarkan pembaruan. Ia mengadakan interpretasi terhadap surah an-nisa ayat 33. kata mawali diartikan sebagai pengganti ahli waris,sehingga makna ayat tersebut adalah:“bagi setiap ahli waris kami jadikan pengganti ”. dalam hal ini adalah cucu yang bapaknya sudah meninggal lebih dahulu,apabila ia berjasa mengurus kakeknya,dapat bertindak sebagai pengganti ayahnya. Hal seperi ini tidak ditemui dalam fiqh ahlusunah atau syiah. Akan tetapi pemikiran huzairi ini kurang mendapatkan sambutan dari ulama Indonesia,kecuali dalam kalangan terbatas,meskipun ulama itu merasakan kalau pendapatnya adil.









BAB III
KESIMPULAN
Pembaharuan hukum islam dilakukan dengan cara berijtihad,dan ijtihad inilah yang menjadi intisari pembaharuan dalam islam. Dengan adanya ijtihad,dapat diadakan penafsiran dan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran yang zanni,dan dengan adanya ijtihad dapat ditimbulkan pendapat dan pemikiran baru sebagai pengganti pendapat dan pemikiran ulama-ulam terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,Sesuai dengan moto: Al-Islam Salih Li Kulli Zaman Wa Makan Dan Tagayyur Al-Ahkam Bi Tagayyur Al-Amkinah Wa Al-Zaman.
Untuk melakukan suatu pembaharuan hukum Islam harus ditempuh melalui beberapa metode.metode yang dipakai sebagai berikut:
1. Pemahaman baru terhadap Kitabullah
2. Pemahaman baru terhadap Sunah
3. Pendekatan ta’aqquli (rasional)
4. Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
5. Masalah ijmak
6. Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat)
7. Masalih mursalah
8. Sadd az-zari’ah
9. Memfiqhkan hukum qat’i
10. Keputusan waliyy al-amrIrtijab akhalf ad-dararain
Pembaharuan hukim islam dimaksudkan agar ajaran islam tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern,iniu semua dapat ditempuh dengan beberapa metode,diantaranya adalah:
1.
Memberikan kebijakan administrasi
2. Membuat aturan tambahan
3. Talfiq (meramu)
4. Melakukan reinterpretasi dan reformulasi




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedi hukum islam,1997, Jakarta,PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Mohammad Daud Ali,2004,Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia,Jakarta,PT. RajaGrafindo persada.
Muhammad Ali As-saayis,1995, Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Fiqh, Jakarta,
PT. RajaGrafindo Persada.
Rachmat Djatnika,Endang Saifuddin Anshari,dkk,1994,Hukum Islam Di Indonesia Perkembangan Dan Pembentukan,bandung,PT. Remaja Rosdakarya.
Samsul Wahidin,Abdurrahman,1984,Perkembangan Ringkas Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta,Akademika Pressindo.



















































Kontroversi asas retroaktif
Dengan kelemahan asas legalitas itu, beberapa ahli menganggap perlu dimungkinkannya penerapan asas retroaktif setidak-tidaknya untuk (1) menegakkan prinsip-prinsip keadilan; (2) mencegah terulangnya kembali perbuatan yang sama; (3) mencegah terjadinya impunitas pelaku kejahatan; dan (4) mencegah terjadinya kekosongan hukum. Dengan empat alasan tersebut, asas legalitas yang sering mengalami kebuntuan ketika berhadapan dengan realitas dapat disimpangi secara selektif. Menurut mantan jaksa penuntut dalam International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY), Marie Tuma (2001), asas retroaktif dapat diterapkan terhadap situasi kekacauan yang menghancurkan manusia.
Suatu peraturan perundang-undangan mengandung asas retroaktif jika (1) menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana; dan (2) menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan (Pasal 12 Ayat 2 Deklarasi Universal HAM). Asas tersebut bisa mengakibatkan seseorang dapat dipidana dengan alasan melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan yang tidak diperhitungkan atau tidak diketahui akan membawanya pada pertanggungjawaban pidana. Pendukung asas ini mendasarkan diri pada asas ignorantia juris neminem excusat (ketidaktahuan hukum tidak membebaskan apa pun).
Hans Kelsen dalam General Theory of Law and State (1973) mengatakan, "Retroactive laws are considered to be objectionable and undesirable because it hurts our feeling of justice to inflict a sanction, especially a punishment, upon an individual because of an action or omission of which this individual could not know that it would entail this sanction." Kemungkinan adanya pelanggaran hukum yang tidak diperhitungkan dan tidak diketahui oleh pelakunya akan membawa pada pertanggungjawaban hukum inilah yang menjadi keberatan ahli lain terhadap keberadaan asas retroaktif.
Keberatan terhadap asas retroaktif semakin nyata setelah larangan penerapan hukum yang berlaku surut dicantumkan dalam konstitusi suatu negara sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Tidak hanya itu, sebagaimana terbaca dalam putusan MK, asas retroaktif dengan segala bentuk dan alasan apa pun tidak dikehendaki karena dianggap dapat menimbulkan suatu bias hukum, mengabaikan kepastian hukum, menimbulkan kesewenang-wenangan, dan akhirnya akan menimbulkan political revenge (balas dendam politik). Inilah yang disebut bahwa asas retroaktif merupakan cerminan lex talionios (balas dendam).
Penulis berpendapat, asas retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat kumulatif: (1) kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya; (2) peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional; (3) peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen; dan (4) keadaan hukum nasional negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau kejahatan pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya.
Kontroversi penerapan asas retroaktif sulit diakhiri dalam waktu dekat dengan penjelasan akademis sebaik apa pun. Dugaan saya, ini bukan merupakan kasus permohonan pengujian undang-undang bermuatan asas retroaktif yang terakhir. Selalu saja ada ruang cukup untuk berdebat ketika asas retroaktif didiskusikan.