9/20/2010

Polri Bantah Ribka Tersangka "Ayat Rokok"

Markas Besar Kepolisian membantah telah menetapkan Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Ribka Tjiptaning, sebagai tersangka dalam kasus hilangnya ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan.

"Belum (ada tersangka). Berita itu dari mana sumbernya?" kata Direktur Keamanan Trans Nasional Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Saut Usman Nasution.

Saut menyatakan, saat dihubungi melalui telepon, Senin 20 September 2010, "Tanya sumbernya dari mana, jangan dari saya dong."

Saut mengakui adanya laporan dengan terlapor Ribka Tjiptaning yang politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu terkait kasus penghilangan ayat tembakau tersebut. Namun, sampai saat ini Mabes Polri belum menetapkan seorang pun sebagai tersangka dalam kasus ini. "Kami baru melakukan penyelidikan," kata dia.

Saut menjelaskan, untuk memeriksa seorang anggota dewan tidaklah mudah. Untuk memeriksa anggota DPR, kata dia, penyidik harus mendapatkan izin pemeriksaan dari Presiden. "Sampai sekarang, kami masih mengupayakan itu," kata dia.

Sementara itu, pengacara Ribka, Sirra Prayuna juga menyatakan belum mengetahui kliennya ditetapkan sebagai tersangka. Dia mengaku baru mengetahui berita tersebut dari salah satu media. "Saya belum tahu, saya baru baca di salah satu media," kata dia. "Saya juga mau cek ke Mabes soal kebenaran berita tersebut."

Bantuan Hukum

Sementara itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Gayus Lumbuun juga menyatakan belum mendengar soal penetapan Ribka sebagai tersangka itu. Gayus menyatakan, jika memang menjadi tersangka, partai pasti akan memberikan tim hukum untuk melakukan pembelaan atas salah satu Ketua PDIP itu.

Bunyi ayat pasal 113 ayat 2 itu adalah "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya."

Undang-undang kesehatan ini telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 14 September 2009. Ketika disahkan Pasal 113 ada 3 pasal, namun dalam lembaran negara pasal tersebut hanya ada 2 pasal saja, di mana ayat 2 tidak tercantum dalam pasal tersebut. Namun anehnya penghapusan pasal tersebut tidak diikuti penghapusan penjelasan pasalnya. Terhapusnya Ayat 2 dari lembaran negara tersebut mendapatkan sorotan dari publik.

Undang-Undang Koperasi

UNDANG-UNDANG (UU)
Nomor: 25 TAHUN 1992 (25/1992)
Tanggal:
21 OKTOBER 1992 (JAKARTA)
Tentang:
PERKOPERASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
b. bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;
c. bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;
d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
5. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. kembali ke ATAS
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Bagian Pertama
Landasan dan Asas
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
kembali ke ATAS
BAB III
FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama
Fungsi dan Peran
Pasal 4
Fungsi dan peran Koperasi adalah:
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Bagian Kedua
Prinsip Koperasi
Pasal 5
(1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut:
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. kemandirian.
(2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut:
a. pendidikan perkoperasian;
b. kerja sama antarkoperasi.
kembali ke ATAS
BAB IV
PEMBENTUKAN
Bagian Pertama
Syarat Pembentukan
Pasal 6
(1) Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang.
(2) Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi.
Pasal 7
(1) Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
(2) Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 8
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d. ketentuan mengenai keanggotaan;
e. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f. ketentuan mengenai pengelolaan;
g. ketentuan mengenai permodalan;
h. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j. ketentuan mengenai sanksi.
ORGANISASI KOPERASI

Organisasi koperasi adalah suatu cara atau sistem hubungan kerja sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan bermaksud mencapai tujuan yang ditetapkan bersama-sama dalam suatu wadah koperasi.
Sebagai organisasi koperasi mempunyai tujuan organisasi yang merupakan kumpulan dari tujuan-tujuan individu dari anggotanya, jadi tujuan koperasi sedapat mungkin harus mengacu dan memperjuangkan pemuasan tujuan individu anggotanya, dalam operasionalnya harus sinkron.
Selanjutnya dalam melaksanakan roda organisasinya koperasi harus tunduk pada tata nilai tertentu yang merupakan karakteristik koperasi tata nilai ini dapat kita baca di Undang-undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian terutama pasal 2 s/d 5, yang lazim disebut : Landasan Asas, Tujuan, Fungsi dan Peran serta Prinsip-prinsip koperasi.

Penjelasannya sebagai berikut :

LANDASAN DAN ASAS (Pasal 2)
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.

TUJUAN (Pasal 3)
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

FUNGSI DAN PERAN (Pasal 4)
Fungsi dan peran koperasi adalah :
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya
d. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

PRINSIP - PRINSIP KOPERASI (Pasal 5)
1. Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
e. Kemandirian
2. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Pendidikan perkoperasian
b. Kerjasama antar koperasi

APA YANG MENJADI TUJUAN INDIVIDU KOPERASI :
Ada beberapa teori tujuan individu anggota koperasi dalam keikutsertaannya di organisasi koperasi antara lain Teori Kebutuhan.
AM. Maslow yang menyebutkan bahwa " Setiap Manusia Mempunyai Lima Kebutuhan Yang Berjenjang "
1. Kebutuhan Fisik
2. Kebutuhan Rasa Aman
3. Kebutuhan Bermasyarakat / Sosialisasi
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Secara umum teori kebutuhan tersebut dapat dibagi menjadi dua :
1. Kebutuhan Fisik
2. Kebutuhan Rohani
.
Agar tujuan organisasi maupun tujuan individu dapat tercapai maka Manajemen Koperasi harus dilaksanakan dengan cara Tiga Pendekatan Kelembagaan / Tiga Wajah.

1. Koperasi sebagai lembaga organisasi ekonomi, artinya secara ekonomi koperasi harus :
* Mempunyai kegiatan usaha yang berkaitan dengan kepentingan anggotanya
* Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
* Dikelola secara layak, efisien, sehingga ada nilai tambah yang dapat dinikmati oleh koperasinya maupun oleh anggotanya.
* Mempunyai aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan usahanya, misalnya sistem dan prosedur manajemennya, akuntasinya dan sebagainya.
2. Koperasi sebagai lembaga organisasi kemasyarakatan/sosial, artinya dari aspek sosialnya koperasi harus :
* Keanggotaan bersifat terbuka, tidak diskriminatif.
* Pengelolaan bersifat terbuka terhadap anggotanya sebagai pemilik koperasi
* Perlakuan yang adil terhadap anggotanya sesuai hak dan kewajibannya
* Adanya suatu wadah/forum untuk menampung aspirasi anggota dan aspirasi tersebut harus didengarkan
* Mempunyai aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan demokrasi dalam pelaksanaan roda organisasi koperasi
3. Koperasi sebagai lembaga organisasi pendidikan, artinya koperasi harus :
* Merupakan tempat pendidikan idiologi koperasi, berorganisasi dan berusaha/bisnis bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
* Melaksanakan kegiatan khusus yang berkaitan dengan pendidikan anggotanya sesuai dengan kebutuhan
* Memberikan kesempatan (promosi) kepada anggotanya sesuai dengan persyaratan untuk menduduki formasi jabatan yang ada di koperasi.
* Mempunyai aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan dibidang kependidikan/latihan

Sebagai organisasi koperasi yang bergerak dibidang usaha guna memuaskan kepentingan anggotanya, koperasi mempunyai 5 persyaratan yang harus dipenuhi koperasi :
1. Adanya orang/subyek hukum pendukung hak dan kewajiban.
2. Adanya pengelola, pengurus, direksi
3. Adanya harta kekayaan yang terpisah/equity (permodalan)
4. Adanya kegiatan
5. Adanya aturan main berdasarkan prinsip koperasi

STRUKTUR ORGANISASI KOPERASI
Untuk mewujudkan integrasi antar fungsi dan antar formasi jabatan/orang yang menjalankan roda organisasi koperasi ada struktur organisasi yang jelas tepat dan efisien, struktur organisasi dituangkan dalam peraturan yang jelas dan tegas di dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan peraturan lain.

PERANGKAT ORGANISASI KOPERASI
Dalam Undang-undang RI No. 25 Tahun 1922 tentang Perkoperasian, bahwa perangkat organisasi terdiri dari :
1. RAPAT ANGGOTA (RA)
2. PENGURUS
3. PENGAWAS
Ketiga perangkat organisasi koperasi tersebut maupun yang bukan yaitu manajer merupakan tim manajemen yang mempunyai ikatan kolektif dalam menjalankan fungsi organisasi






















Koperasi : undang-undang koperasi
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 25 TAHUN 1992

TENTANG

P E R K O P E R A S I A N






DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Meninmbang
:
a.
bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;






b.
bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;


c.
bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;






d.
bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.




Mengingat
:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.

Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.


BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Bagian Pertama
Landasan dan Asas

Pasal 2

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.



BAB III
FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama
Fungsi dan Peran

Pasal 4

Fungsi dan peran Koperasi adalah :
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;

b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;

c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;

d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Bagian Kedua
Prinsip Koperasi

Pasal 5

(1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;

b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;

c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;

e. kemandirian

(2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut :
a. pendidikan perkoperasian;

b. kerja sama antarkoperasi.

BAB IV.
PEMBENTUKAN

Bagian Pertama
Syarat Pembentukan

Pasal 6

(1)
Koperasi Primer dibentuk sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.


(2)
Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi.


Pasal 7

(1)

Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.


(2)
Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.






Pasal 8

Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d. ketentuan mengenai keanggotaan;
e. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f. ketentuan mengenai pengelolaan;
g. ketentuan mengenai permodalan;
h. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j. ketentuan mengenai sanksi.


Bagian Kedua
Status Badan Hukum

Pasal 9

Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah.


Pasal 10

(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian Koperasi.
(2) Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
(3) Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Pasal 11

(1) Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
(2) Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
(3) Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.


Pasal 12

(1) Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota.
(2) Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada Pemerintah.


Pasal 13

Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 14

(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat :
a. menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan membentuk Koperasi baru.


Bagian Ketiga
Bentuk dan Jenis

Pasal 15

Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Pasal 16

Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.

BAB V.
KEANGGOTAAN

Pasal 17

(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar angota.

Pasal 18

(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 19

(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 20

(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban :
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;
b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;
c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Setiap anggota mempunyai hak :
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

BAB VI.
PERANGKAT ORGANISASI

Bagian Pertama
Umum

Pasal 21

Perangkat Organisasi Koperasi terdiri dari :
a. Rapat Anggota;
b. Pengurus;
c. Pengawas.

Bagian Kedua
Rapat Anggota

Pasal 22

(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan :
a. Anggaran Dasar;
b. kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;
e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
f. pembagian sisa hasil usaha;
g. penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.

Pasal 24

(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4) Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi-anggota secara berimbang.

Pasal 25

Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.

Pasal 26

(1) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.

Pasal 27

(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi dan atau keputusan Pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

Pasal 28

Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.


Bagian Ketiga
Pengurus

Pasal 29

(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat ANggota.
(2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
(3) Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus dicantumkan dalam akta pendirian.
(4) Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun.
(5) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 30

(1) Pengurus bertugas :
a. Mengelola Koperasi dan usahanya;
b. Mengajukan rencana-rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c. Menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. Mengajukan laboran keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f. Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
(2) Pengurus berwenang :
a. mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.


Pasal 31

Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.


Pasal 32

(1) Pengurus Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.
(2) Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat pemgelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat pesetujuan.
(3) Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31.


Pasal 33

Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.


Pasal 34

(1) Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita Koperasi, kaena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
(2) Disamping peggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntuntutan.


Pasal 35

Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya :
a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b. keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.


Pasal 36

(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
(2) Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan menjelaskan secara tertulis.


Pasal 37

Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.



Bagian Keempat
Pengawas

Pasal 38

(1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.


Pasal 39

(1) Pengawas bertugas :
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
(2) Pengawasan berwenang :
a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(3) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.


Pasal 40

Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik.



BAB VII.
MODAL

Pasal 41

(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2) Modal sendiri dapat berasal dari :
a. simpanan pokok;
b. simpanan wajib;
c. dana cadangan;
d. hibah.
(3) Modal pinjaman dapat berasal dari :
a. anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.


Pasal 42

1) Selain modal sebagaimana dimaksud Pasal 41, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan.
2) Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VIII.
LAPANGAN USAHA

Pasal 43

(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
(3) Koperasi menjalankan kegiatan usa dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.


Pasal 44

(1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk :
a. anggota Koperasi yang bersangkutan;
b. Koperasi lain dan/atau anggotanya.
(2) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.



BAB IX.
SISA HASIL USAHA

Pasal 45

(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.


BAB X.
PEMBUBARAN KOPERASI

Bagian Pertama
Cara Pembubaran Koperasi

Pasal 46

Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a Keputusan Rapat Anggota, atau
b Keputusan Pemerintah.


Pasal 47

(1) Keputusan pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dilakukan apabila :
a. terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini;
b. kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan.
(3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.
(4) Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.


Pasal 48

Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 49

(1) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada;
a. semua kreditor;
b. Pemerintah.
(2) Pemberitahuan kepada semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut berlangsung berdasarkan keputusan Pemerintah.
(3) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.


Pasal 50

Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disebutkan :
a Nama dan alamat Penyelesai, dan
b Ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu (3) tiga bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.


Bagian Kedua
Penyelesaian

Pasal 52

(1) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
(2) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota.
(3) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
(4) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan ”Koperasi dalam penyelesaian”.


Pasal 53

(1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
(2) Penyelesai bertanggung jawab kepada Kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada Pemerintah dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.


Pasal 54

Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut :
a. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama ”Koperasi dalam penyelesaian”.
b. Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c. Memanggil pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
d. Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip Koperasi;
e. Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran hutang lainnya;
f. Menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi;
g. Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
h. Membuat berita acara penyelesaian.


Pasal 55

Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.


Bagian Ketiga
Hapusnya Status Badan Hukum

Pasal 56

(1) Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.


BAB XI.
LEMBAGA GERAKAN KOPERASI

Pasal 57

(1) Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi.
(2) Organisasi ini berasaskan Pancasila.
(3) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.


Pasal 58

(1) Organisasi tersebut melakukan kegiatan :
a. memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
c. melakukan pendidikan perkopersian bagi anggota dan masyarakat;
d. mengembangkan kerjasama antar koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
(2) Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, Koperasi secara bersama-sama menghimpun dana Koperasi.


Pasal 59

Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) disahkan oleh Pemerintah.


BAB XII.
PEMBINAAN

Pasal 60

(1) Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi mendorong pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi.
(2) Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.


Pasal 61

Dalam upaya mendorong dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
a. Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b. Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri;
c. Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
d. Membudayakan Koperasi dalam masyarakat.


Pasal 62

Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah :
a. Membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya.;
b. Mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian;
c. Memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi;
d. Membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar Koperasi;
e. Memberikan bantuan konsultasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.


Pasal 63

(1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dapat :
a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan Koperasi
b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
(2) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 64

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional, serta pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.


BAB XIII.
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.


BAB XIV.
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara 1967 Nomor 2832) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.


Pasal 67

Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

M O E R D I O N O

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116.


Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan Perundang-undangan


Bambang Kesowo, SH, LL.M.





Kembali ke atas

P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1992
TENTANG
PERKOPERASIAN




I. U M U M



Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi. Penjelasan Pasal 33 menempatkan Koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional.
Dengan memperhatikan kedudukan Koperasi seperti tersebut di atas maka peran Koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi seperti itu Koperasi seharusnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Tetapi dalam perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan Koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula peraturan perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya. Koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri.
Pembangunan Koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional. Pengembangannya diarahkan agar Koperasi benar-benar menerapkan perinsip Koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian Koperasi akan merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokrasi, otonom, partisipatif, dan berwatak sosial. Pembinaan Koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong agar Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.
Undang-undang ini menegaskan bahwa pemberian status Badan Hukum Koperasi, pengesahan perubahan Anggaran Dasar, dan pembinaan merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada Menteri yang membidangi Koperasi. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa Pemerintah mencampuri urusan Internal Organisasi Koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian Koperasi.
Pemerintah, baik di pusat maupun didaerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi. Demikian juga Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi. Selanjutnya Pemerintah dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh Koperasi. Selain itu pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi nasional dan perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.
Undang-undang ini juga memberikan kesempatan bagi Koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota. Dengan kemungkinan ini, koperasi dapat lebih menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Sejalan dengan itu dalam Undang-undang ini ditanamkan pemikiran kearah pengembangan pengelolaan Koperasi secara profesional.
Berdasarkan hal tersebut diatas, Undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan mempertegas jati diri, tujuan,kedudukan,peran, manajemen, keusahaan, dan permodalan koperasi serta pembinaan koperasi, sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya kehidupan Koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.




II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1


Angka 1
Cukup jelas


Angka 2
Yang dimaksud dengan kehidupan Koperasi adalah aspek yang erat berkaitan dengan pembangunan koperasi, seperti misalnya falsafah, ideologi, organisasi, manajemen, usaha, pendidikan, pembinaan, dan sebagainya.

Angka 3
Cukup jelas



Angka 4
Cukup jelas




Angka 5
Cukup jelas



Pasal 2

Cukup jelas



Pasal 3

Cukup jelas



Pasal 4

Cukup jelas



Pasal 5

Cukup jelas

Prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.


Ayat (1)
Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja Koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri Koperasi yang membedakannya dari badan usaha lainnya.

Huruf a

Sifat kesuraleaan dalam Keanggotaan Koperasi mengandung makna bahwa menjadi anggota Koperasi tidak boleh dipaksakan siapapun. Sifat kesukarelaan juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari Koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.

Huruf b
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan Koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan tertinggi dalam Koperasi.

Huruf c
Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap Koperasi. Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan.

Huruf d
Modal dalam Koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku dipasar.

Huruf e
Kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tenpa tergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.

Ayat (2)
Disamping kelima prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk pengembangan dirinya Koperasi juga melaksanakan dua prinsip Koperasi yang lain yaitu pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar Koperasi merupakan prinsip Koperasi yang penting dalam meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan Koperasi. Kerja sama dimaksud dapat dilakukan antar Koperasi ditingkat lokal, regional, nasional dan internasional.



Pasal 6


Ayat (1)
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menjaga kelayakan usaha dan kehidupan Koperasi. Orang-seorang pembentuk Koperasi adalah mereka yang memenuhi persyaratan keanggotaan dan mempunyai kepentingan ekonomi yang sama.

Ayat (2)
Cukup jelas



Pasal 7


Ayat (1)
Cukup jelas


Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tempat kedudukan adalah alamat tetap kantor Koperasi.


Pasal 8

Huruf a
Cukup Jelas


Huruf b
Cukup Jelas

Huruf c
Cukup Jelas

Huruf d
Cukup Jelas

Huruf e
Cukup Jelas

Huruf f
Cukup Jelas

Huruf g
Cukup Jelas

Huruf h
Jangka waktu berdirinya Koperasi dapat ditetapkan terbatas dalam jangka waktu tertentu atau tidak terbatas sesuai dengan tujuannya.

Huruf i
Cukup Jelas


Huruf j
Sanksi dalam ketentuan ini adalah sanksi yang diatur secara intern oleh masing-masing Koperasi, yang dikenakan terhadap Pengurus, Pengawas dan anggota yang melanggar ketentuan Anggaran Dasar.



Pasal 9


Cukup Jelas



Pasal 10

Ayat (1)
Cukup Jelas


Ayat (2)
Cukup Jelas


Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 11

Ayat (1)
Cukup Jelas


Ayat (2)
Cukup Jelas


Ayat (3)
Cukup Jelas




Pasal 12


Ayat (1)
Cukup Jelas


Ayat (2)
Dengan ketentuan ini dimaksudkan hanya perubahan yang mendasar yang perlu dimintakan pengesahan Pemerintah, yaitu yang menyangkut penggabungan, pembagian dan perubahan bidang usaha. Pengesahan yang dimaksud dalam hal penggabungan dan perubahan bidang usaha merupakan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan dalam hal pembagian merupakan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan atau pengesahan Badan Hukum baru. Pengesahan perubahan bidang usaha Koperasi yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak mengurangi kesempatan Koperasi untuk berusaha disegala bidang ekonomi.



Pasal 13


Cukup Jelas



Pasal 14


Ayat (1)
Penggabungan atau yang dikenal dengan istilah Amalgamasi, dan peleburan hanya dapat dilakukan apabila didasarkan atas pertimbangan pengembangan dan/atau efisiensi usaha pengelolaan Koperasi sesuai dengan kepentingan anggota. Dalam hal penggabungan dan peleburan yang memerlukan pengesahan Anggaran Dasar atau badan hukum baru dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.


Ayat (2)
Cukup Jelas




Pasal 15


Pengertian Koperasi Sekunder meliputi semua Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal Koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, Gabungan, Induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.



Pasal 16


Dasar untuk menentukan jenis Koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa. Khusus Koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis Koperasi tersendiri.




Pasal 17


Ayat (1)
Sebagai pemilik dan pengguna jasa Koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan Koperasi. Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingannya, Koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya, dengan maksud untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota Koperasi

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)
Yang dapat menjadi anggota Koperasi Primer adalah orang-seorang yang telah mampu melakukan tindakan hukum dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Koperasi yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan sebagai konsekuensi Koperasi sebagai badan hukum. Namun demikian khusus bagi pelajar, siswa dan/atau yang dipersamakan dan dianggap belum mampu melakukan tindakan hukum dapat membentuk Koperasi, tetapi Koperasi tersebut tidak disahkan sebagai Badan Hukum dan statusnya hanya Koperasi tercatat.

Ayat (2)
Dalam hal terdapat orang yang ingin mendapat pelayanan dan menjadi anggota Koperasi, namun tidak sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Ketetntuan ini memberi peluang bagi penduduk Indonesia bukan warga negara dapat menjadi anggota luar biasa dari suatu Koperasi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 19

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Keanggotaan Koperasi pada dasarnya tidak dapat dipindah-tangankan karena persyaratan untuk menjadi anggota Koperasi adalah kepentingan ekonomi yang melekat pada anggota yang bersangkutan, dalam hal anggota Koperasi meninggal dunia, keaanggotaannya dapat diteruskan oleh ahli waris yang memenuhi syarat dalam Anggaran Dasar. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kepentingan ahli waris dan mempermudah proses mereka untuk menjadi anggota.
Ayat (4)
Cukup jelas




Pasal 20

Ayat (1)
Sebagai konsekuensi seseorang menjadi anggota Koperasi, maka anggota mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu mematuhi ketentuan yang ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota. Mengingat anggota adalah pemilik dan pengguna jasa sangat berkepentingan dalam usaha yang dijalankan oleh Koperasi, maka partisipasi anggota berarti pula untuk mengembangkan usaha Koperasi. Hal itu sejalan pula dengan hak anggota untuk memanfaatkan dan mendapat pelayanan dari Koperasinya. Anggota merupakan faktor penentu dalam kehidupan Koperasi, oleh karena itu penting bagi anggota untuk mengembangkan dan memelihara kebersamaan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemungutan suara yang dimaksud ayat ini dilakukan hanya oleh anggota yang hadir.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi-anggota secara berimbang adalah penentuan hak suara dilakukan sebanding dengan jumlah anggota setiap anggota Koperasi-anggota dan besar kecilnya jasa usaha Koperasi-anggota terhadap Koperasi Sekundernya.

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Batas waktu penyelenggaraan Rapat Anggota dalam ayat ini yaitu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau, namun demikian dalam pelaksanaannya diusahakan secepatnya .

Pasal 27

Ayat (1)
Rapat Anggota Luar Biasa diadakan apabila sangat diperlukan dan tidak bisa menunggu diselenggarakannya Rapat Anggota.

Ayat (2)
Permintaan Rapat Anggota Luar Biasa oleh anggota dapat dilakukan karena berbagai alasan, terutama apabila anggota menilai bahwa Pengurus telah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi dan menimbulkan kerugian terhadap Koperasi. Jika permintaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, maka Pengurus harus memenuhinya. Rapat Anggota Luar Biasa atas keputusan Pengurus dilaksanakan untuk kepentingan pengembangan Koperasi.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Anggota Pengurus yang telah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)
Dalam mengelola Koperasi, Pengurus selaku kuasa Rapat Anggota melakukan kegiatan semata-mata untuk kepentingan dan kemanfaatan Koperasi beserta anggotanya sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mewujudkan profesionalisme dalam pengelolaan usaha Koperasi. Karenanya, Pengurus dapat mengangkat tenaga Pengelola yang ahli untuk mengelola usaha Koperasi yang bersangkutan. Penggunaan istilah Pengelola dimaksudkan untuk dapat mencakup pengertian yang lebih luas dan memberi alternatif bagi Koperasi. Dengan demikian sesuai kepentingannya Koperasi dapat mengangkat Pengelola sebagai manajer atau direksi. Maksud dari kata diberi wewenang dan kuasa adalah pelimpahan wewenang dan kuasa yang dimiliki oleh Pengurus. Dengan demikian Pengurus tidak lagi melaksanakan sendiri wewenang dan kuasa yang telah dilimpahkan kepada Pengelola dan tugas Pengurus beralih menjadi mengawasi pelaksanaan wewenang dan kuasa yang dilakukan Pengelola. Adapun besarnya wewenang dan kuasa yang dilimpahkan ditentukan sesuai dengan kepentingan Koperasi.

Ayat (2)
Yang dimintakan persetujuan adalah rencana pengangkatan pengelola usaha. Pemilihan dan pengangkatan pengelola usaha dilaksanakan oleh Pengurus.

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 33

Hubungan kerja antara Pengelola dan Pengurus Koperasi tunduk pada ketentuan hukum perikatan pada umumnya. Dengan demikian Pengelola bertanggung jawab sepenuhnya kepada Pengurus. Selanjutnya hubungan kerja tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan dilakukan secara kontraktual.

Pasal 34

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37

Penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota berarti membebaskan Pengurus dari tanggung jawabnya pada tahun buku yang bersangkutan.

Pasal 38

Dalam hal Koperasi mengangkat Pengelola, Pengawas dapat diadakan secara tetap atau diadakan pada waktu diperlukan sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Hal ini tidak mengurangi arti Pengawas sebagai perangkat organisasi dan memberi kesempatan kepada Koperasi untuk memilih Pengawas secara tetap pada waktu diperlukan sesuai dengan keperluannya. Pengawas yang diadakan pada waktu diperlukan tersebut melakukan pengawasan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Rapat Anggota.

Pasal 39

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 40

Dalam rangka peningkatan efisiensi, pengelolaan yang bersifat terbuka, dan melindungi pihak yang berkepentingan, Koperasi dapat meminta jasa audit lkepada akuntan publik. Dengan ketentuan ini Pengurus dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik, dan tidak menutup kemungkinan permintaan tersebut dilakukan oleh Pengawas. Untuk terlaksananya audit sebagaimana mestinya, Rapat Anggota dapat menetapkan untuk itu. Yang dimaksud dengan jasa audit adalah audit terhadap laporan keuangan dan audit lainnya sesuai keperluan Koperasi. Disamping itu Koperasi dapat meminta jasa lainnya dari akuntan publik antara lain konsultansi dan pelatihan.

Pasal 41

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal ekutif

Huruf a
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

Huruf b
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

Huruf c
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.

Huruf d
Cukup jelas.

Ayat (3)
Untuk pengembangan usahanya Koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya.

Huruf a
Pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang memenuhi syarat.

Huruf b
Pinjaman dari Koperasi lainnya dan/atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja sama antarkoperasi.

Huruf c
Pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf d
Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf e
Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara umum.


Pasal 42

Ayat (1)
Pemupukan modal dari modal penyertaan, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko. Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam Rapat Anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan Koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 43

Ayat (1)
Usaha Koperasi terutama diarahkan pada bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Dalam hubungan ini maka pengelolaan usaha Koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif dan efisien dalam arti pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti tersebut diatas, maka Koperasi dapat berusaha secara luwes baik ke hulu maupun ke hilir serta berbagai jenis usaha lainnya yang terkait. Adapun mengenai pelaksanaan usaha Koperasi, dapat dilakukan dimana saja, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan mempertimbangkan kelayakan usahanya.



Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kelebihan kemampuan usaha Koperasi adalah kelebihan kapasitas dana dan daya yang dimiliki oleh Koperasi untuk melayani anggotanya. Kelebihan kapasitas tersebut oleh Koperasi dapat dimanfaatkan untuk berusaha dengan bukan anggota dengan tujuan untuk mengoptimalkan skala ekonomi dalam arti memperbesar volume usaha dan menekan biaya per unit yang memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada anggotanya serta memasyarakatkan Koperasi.

Ayat (3)
Agar Koperasi dapat mewujudkan fungsi dan peran seperti yang dimaksud dalam pasal 4, maka Koperasi melaksanakan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat. Yang dimaksud dengan kehidupan ekonomi rakyat adalah semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak.

Pasal 44

Ayat (1)
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang yang mengatur tentang perbankan usaha simpan pinjam tersebut diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini. Pengertian anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ayat ini termasuk calon anggota yang memenuhi syarat. Sedangkan ketentuan dalam huruf b berlaku sepanjang dilandasi dengan perjanjian kerja sama antar Koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Penetapan besarnya pembagian kepada para aggota dan jenis serta besarnya keperluan lain, ditetapkan oleh Rapat Anggota. Yang dimaksud dengan jasa usaha adalah transaksi usaha dan partisipasi modal.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)
Keputusan pembubaran karena alasan kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan dalam ketentuan ini dilakukan apabila telah dibuktikan dengan keputusan pengadilan. Keputusan pembubaran karena alasan kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan, antara lain karena dinyatakan pailit.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Kuasa Rapat Anggota dalam ayat ini adalah mereka yang ditunjuk dan diberi kuasa serta tanggung jawab oleh Rapat Anggota untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pembubaran Koperasi.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksud untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditor yang belum mengetahui pembubaran Koperasi tersebut.

Pasal 50

Cukup jelas
Pasal 51

Cukup jelas
Pasal 52

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Ketentuan ini menegaskan bahwa “Koperasi dalam penyelesaian”, hak dan kewajibannya masih tetap ada untuk menyelesaikan seluruh urusannya.

Pasal 53

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keputusan pembubaran Koperasi adalah baik oleh keputusan Rapat Anggota maupun oleh keputusan Pemerintah.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 54

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Yang dimaksud dengan bekas anggota tertentu misalnya mereka yang keluar dari keanggotaan Koperasi yang masih mempunyai kewajiban menanggung sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasarnya.

Huruf d
Cukup jelas


Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Pasal 55

Ketentuan ini merupakan penegasan bahwa anggota hanya menanggung kerugian terbatas pada simpanan pokok dan simpanan wajib serta modal penyertaannya. Sedangkan yang merupakan modal pinjaman Koperasi dari anggota tidak termasuk dalam ketentuan tersebut.

Pasal 56

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)
Organisasi tersebut merupakan badan usaha dan karenanya, tidak melakukan kegiatan usaha ekonomi secara langsung. Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, organisasi ini yang bernama Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) selanjutnya harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini. Tujuan dan kegiatan organisasi tersebut harus sesuai dan selaras dengan jiwa dan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang ini.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (1)
Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan, sekurang-kurangnya memuat :
a. nama organisasi;
b. tujuan organisasi;
c. susunan organisasi;
d. ketentuan mengenai kepengurusan dan masa jabatannya;
e. ketentuan mengenai tata kerja organisasi;
f. ketentuan mengenai Rapat Anggota dan rapat lainnya;
g. ketentuan mengenai hak dan kewajiban anggota;
h. ketentuan mengenai sumber dan pengelolaan keuangan;
i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar dan pembubaran;
j. ketentuan mengenai sanksi organisasi.

Pasal 58

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Upaya untuk meningkatkan kesadaran berkoperasi dikalangan masyarakat, dilakukan antara lain melalui kegiatan penerangan, penyampaian informasi, penerbitan, dan pembinaan kelompok usaha dalam masyarakat untuk diarahkan menjadi Koperasi.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Untuk mengembangkan kerja sama antarkoperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya, organisasi ini mendorong pertumbuhan dan perkembangan jaringan kelembagaan dan usaha Koperasi baik di tingkat regional, nasional maupun internasional.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas



Pasal 60

Dengan ketentuan ini, Pemerintah memiliki landasan yang jelas dan kuat untuk melaksanakan peranannya dalam menetapkan kebijaksanaan pembinaan yang diperlukan guna mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan pemasyarakatan Koperasi. Sesuai dengan prinsip kemandirian, pembinaan tersebut dilaksanakan tanpa mencampuri urusan Internal Organisasi Koperasi.
Penumbuhan, pengembangan, dan pemasyarakatan Koperasi merupakan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah agar masyarakat luas memahami gagasan Koperasi sehingga dengan penuh kesadaran mendirikan dan memanfaatkan Koperasi guna memenuhi kepentingan ekonomi dan sosialnya. Pemberian bimbingan, kemudahan, dan perlindungan oleh Pemerintah merupakan upaya pengembangan Koperasi yang dilaksanakan melalui penetapan kebijaksanaan, penyediaan fasilitas, dan konsultansi yang diperlulkan agar Koperasi mampu melaksanakan fungsi dan pernannya serta dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian menjadi kewajiban dari seluruh aparatur Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah untuk melakukan upaya dalam mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan pemasyarakatan Koperasi.

Pasal 61

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Tata hubungan usaha yang serasi dan saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya merupakan faktor yang penting dalam rangka mewujudkan sistem perekonomian nasional yang berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam hubungan ini kerjasama tersebut haruslah merupakan hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan.
Huruf d
Membudayakan Koperasi adalah memasyarakatkan jiwa dan semangat Koperasi.

Pasal 62

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Ketentuan ini mempertegas komitmen Pemerintah, dalam upaya memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi, mengingat bahwa permodalan merupakan salah satu sumber kekuatan bagi pengembangan usaha Koperasi. Dalam pelaksanaannya antara lain dilakukan dengan mengembangkan penyertaan modal, baik dari Pemerintah maupun masyarakat, serta memberikan kemudahan persyaratan dan prosedur untuk mendapatkan kredit. Pemerintah juga memberikan bimbingan dan kemudahan untuk mengembangkan lembaga keuangan yang berbadan hukum Koperasi.
Huruf d
Pengembangan jaringan usaha Koperasi yang kuat dan kerja sama antarkoperasi yang erat dan saling menguntungkan merupakan faktor penting dalam menumbuhkan potensi masing-masing Koperasi dan keseluruhan Koperasi.
Huruf e
Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini dengan tegas mencerminkan komitmen Pemerintah dalam upaya mamperkua pertumbuhan dan perkembangan Koperasi sebagai suatu bangun perusahaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka komitmen ini Pemerintah dapat menetapkan bidang ekonomi tertentu, terutama yang sangat erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi rakyat, yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi. Pelaksanaan ketentuan ini bersifat dinamis dengan memperhatikan aspek keseimbangan terhadap keadaan dan kepentingan ekonomi nasional serta aspek pemerataan berusaha.
Huruf b
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kelangsungan hidup usaha Koperasi.

Ayat (2)
Cukup jelas
Huruf c

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas



Pasal 66

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas






Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya.
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:
Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.
Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
[sunting] Prinsip Koperasi
Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu:
Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
Pengelolaan dilakukan secara demokratis
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi)
Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
Kemandirian
Pendidikan perkoprasian
kerjasama antar koperasi
[sunting] Jenis-jenis Koperasi menurut UU No. 25 Perkoperasian
Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya.
Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi Konsumen
Koperasi Produsen
Koperasi Pemasaran
Koperasi Jasa
Koperasi Simpan Pinjam Adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman
Koperasi Konsumen Adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi
Koperasi Produsen Adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.
Koperasi Pemasaran Koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya
Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.
[sunting] Sumber Modal Koperasi
Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut:
Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.
Simpanan Wajib
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
Simpanan khusus/lain-lain
-Simpanan sukarela simpanan yang dapat diambil kapan saja.
-Simpanan Qurba
-Deposito Berjangka
Dana Cadangan
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Hibah
Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.
adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:
Anggota dan calon anggota
Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antarkoperasi
Bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sumber lain yang sah
[sunting] Mekanisme Pendirian Koperasi
Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap. Pertama-tama adalah pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota. Kedua, Para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi ( ketua, sekertaris, dan bendahara ). Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan anggaran dasar dan rumah tangga koperasi itu. Lalu meminta perizinan dari negara. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar.
[sunting] Sejarah Berdirinya Koperasi
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi pertanian.
[sunting] Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
Hanya membayar 3 gulden untuk materai
Bisa menggunakan bahasa daerah
Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
Perizinan bisa didaerah setempat
Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
[sunting] Perangkat Organisasi Koperasi
[sunting] Rapat Anggota
Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu., termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.
[sunting] Pengurus
Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota dan disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha. Anggota pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota.
[sunting] Pengawas
Pengawas adalah badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota
[sunting] Logo gerakan koperasi Indonesia

Lambang gerakan koperasi Indonesia memiliki arti sebagai berikut :

1. Rantai melambangkan persahabatan yang kokoh.
2. Roda bergigi menggambarkan upaya keras yang ditempuh secara terus menerus.
3. Kapas dan padi berarti menggambarkan kemakmuran rakyat yang diusahakan oleh koperasi.
4. Timbangan berarti keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi.
5. Bintang dalam perisai artinya Pancasila, merupakan landasan ideal koperasi.
6. Pohon beringin menggambarkan sifat kemasyarakatan dan kepribadian Indonesia yang kokoh berakar.
7. Koperasi Indonesia menandakan lambang kepribadian koperasi rakyat Indonesia.
8. Warna merah dan putih menggambarkan sifat nasional Indonesia.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi"

Undang-Undang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Perseroan Terbatas
Bab I
Ketentuan Umum

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris.
3. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
4. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
5. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan.
6. Perseroan Terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
7. Menteri adalah Menteri Kehakiman Republik Indonesia.
Pasal 2
Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Pasal 3
(1) Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila :
a. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
Pasal 4
Terhadap perseroan berlaku Undang-undang, Anggaran Dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Perseroan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 6
Perseroan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Undang-Undang Perseroan Terbatas
Bab II
Pendirian, Anggaran Dasar, Pendaftaran Dan Pengumuman

Bagian Pertama
Pendirian
Pasal 7
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.
(3) Dalam hal setelah perseroan disahkan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.
(4) Dalam hal setelah lampau jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
(5) Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan dalam ayat (3), serta ayat (4) tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.
(6) Perseroan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Menteri.
(7) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
Pasal 8
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain, sekurang-kurangnya;
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri;
b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat; dan
c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominasi atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendiran.
(2) Akta pendirian tidak boleh memuat :
a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham, dan
b. ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan akta pendirian perseroan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 10
(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian.
(2) Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilekatkan pada akta pendirian.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.
Pasal 11
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila :
a. perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak ketiga;
b. perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
c. perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka masing-masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar
Pasal 12
Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya :
a. nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. jangka waktu berdirinya perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor,
e. jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f. susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris;
g.penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden; dan
j. ketentuan-ketentuan lain menurut Undang-undang ini.
Pasal 13
(1) Perseroan tidak boleh menggunakan nama yang :
a. telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
(2) Nama perseroan harus didahului dengan perkataan Perseroan terbatas atau disingkat PT.
(3) Dalam hal Perseroan Terbatas selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); pada akhir nama perseroan ditambah singkatan kata Tbk
(4) Ketentuan mengenai pemakaian nama perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2) Usul adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk mengadakan RUPS.
Pasal 15
(1) Perubahan tertentu Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan Menteri dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(2) Perubahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. nama perseroan;
b. maksud dan tujuan perseroan;
c. kegiatan usaha perseroan;
d. jangka waktu berdirinya perseroan, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu;
e. besarnya modal dasar;
f. pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
g. atau status Perseroan Tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan Anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) cukup dilaporkan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 16
Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia.
Pasal 17
(1) Perubahan Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan.
(2) Perubahan Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran.
Pasal 18
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat perseroan dinyatakan pailit kecuali dengan persetujuan kurator.
Pasal 19
Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) ditolak apabila :
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar;
b. isi perubahan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan; atau
c. ada sanggahan dari kreditur atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.
Pasal 20
Tata cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Bagian Ketiga
Pendaftaran dan Pengumuman
Pasal 21
(1) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan;
a. akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6);
b. akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri sebagimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2); atau
c. akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan.
Pasal 22
(1) Perseroan yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Permohonan pengumuman perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran.
(3) Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 23
Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.

Undang-Undang Perseroan Terbatas
Bab III
Modal dan Saham

Bagian Pertama
Modal
Pasal 24
(1) Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
(2) Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk.
Pasal 25
(1) Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta) rupiah.
(2) Undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu dapat menetukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka beserta perubahannya, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Pada saat pendirian perseroan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus telah ditempatkan.
(2) Setiap penempatan modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus telah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan.
(3) Seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah.
(4) Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh.
Pasal 27
(1) Penyetoran atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya.
(2) Dalam hal penyetoran saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan.
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(4) Bagi Perseroan Terbuka setiap pengeluaran saham harus telah disetor penuh dengan tunai.
Pasal 28
(1) Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya.
(2) Bentuk-bentuk tagihan tertentu selain tagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dapat dikompensasikan sebagai setoran saham, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri;
(2) Larangan pemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya.
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan
Pasal 30
(1) Perseroan dapatt membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
a. dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini; dan
b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki ole anak perusahaan dan gadai saham yang tidak dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.
(2) Perolehan saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal demi hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kepada perseroan.
(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal-demi hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 31
(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Keputusan RUPS sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
Pasal 32
(1) RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 kepada organ lain untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 33
(1) Saham yang dibeli kembali oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 34
(1) Penambahan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Komisaris untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 35
Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, korum, dan jumlah suara untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
Pasal 36
(1) Dalam hal Anggaran Dasar tidak menetukan lain, seluruh saham yang dikeluarkan dalam penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penawaran, perseroan menawarkan kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain untuk membeli jumlah tertentu atas saham tersebut.
(3) Ketentuan mengenai saham yang ditawarkan kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Pasal 37
(1) Pengurangan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
(2) Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada semua kreditur dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan.
Pasal 38
(1) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), kreditur dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri.
(2) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, perseroan wajib memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan disertai alasannya.
(3) Dalam hal perseroan menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditur, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jawaban perseroan diterima, kreditur dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Pasal 39
(1) Pengurangan modal berlaku setelah perubahan Anggaran Dasar mendapat persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan Menteri atas Perubahan Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan apabila:
a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditur dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1).
b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditur, atau
c. gugatan kreditur telah mendapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 40
Perubahan Anggaran Dasar disertai persetujuan Menteri tentang pengurangan modal harus didaftarkan dan diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 dan Pasal 22.
Pasal 41
(1) Pengurangan modal harus dilakukan atas setiap saham atau atas semua saham dari klasifikasi saham yang sama secara seimbang.
(2) Dalam hal terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, keputusan pengurangan modal hanya dapat diambil sepanjang sesuai dengan keputusan yang telah terlebih dahulu diambil dalam rapat pemegang saham dan klasifikassi tersebut yang haknya dirugikan oleh keputusan pengurangan modal.
Bagian Kelima
Saham
Pasal 42
(1) Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh.
Pasal 43
(1) Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan apabila dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham, tiap-tiap klasifikasi saham tersebut;
c. jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. nama dan alamat dari orang perseroan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham dan tanggal perolehan hak gadai tersebut; dan
e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
(2) Selain Daftar Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham anggota Direksi dan Komisaris beserta keluarganya pada perseroan tersebut dan atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam hal perseroan mengeluarkan saham atas tunjuk, maka dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagimana dimaksud dalam ayat (2) dicatat tanggal, jumlah, dan nomor saham atas tunjuk yang dikeluarkan.
(4) Dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dicatat pula setiap perubahan kepemilikan saham.
(5) Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.
Pasal 44
Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Pasal 45
(1) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
(2) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang wakil bersama.
Pasal 46
(1) Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi sebagai saham biasa.
(4) Selain klasifikasi saham sebagimana dimaksud dalam ayat (3), dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih:
a. dengan hak suara khusus, bersyarat, terbatas, atau tanpa hak suara.
b. yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau dapat ditukar dengan klasifikasi saham lain;
c. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif; dan atau
d. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen dan sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.
Pasal 47
(1) Anggaran Dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang sejenis memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.
Pasal 48
Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1) Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan.
(3) Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemindahan hak atas saham tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat saham.
(5) Bentuk dan tata cara pemindahan hak atas saham nama dan saham atas tunjuk yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 50
Dalam Anggaran dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu :
a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya; dan atau
b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan.
Pasal 51
(1) Dalam hal Anggaran Dasar mengharuskan pemagang asaham menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain yang tidak dipilihnya sendiri, perseroan wajib menjamin bahwa semua saham yang ditawarkan dibeli dengan harga yang wajar dan dibayar tunai dalam waktu 30 (tiga) puluh hari terhitung sejak penawaran dilakukan.
(2) Dalam hal perseroan tidak dapat menjamin terlaksananya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemegang saham dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain.
(3) Setiap pemegang saham yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah lampaunya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Penawaran saham terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya hanya dapat dilakukan satu kali.
(5) Ketentuan mengenai penawaran dan penjualan saham kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Pemberian persetujuan atau penolakan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan organ perseroan harus diberikan secara tertulis dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak organ perseroan menerima permintaan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lampau dan organ perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, maka organ perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham atas nama disetujui oleh organ perseroan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan dilakukan dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak persetujuan diberikan.
(4) Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak, maka organ perseroan harus menunjuk calon pembeli lain sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1).
(5) Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak disertai penunjukan, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 53
(1) Saham atas tunjuk dapat digadaikan.
(2) Saham atas nama dapat digadaikan sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(3) Gadai saham harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(4) Hak suara atas saham yang digadaikan tetap ada pada pemegang saham.
Pasal 54
(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.
(2) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan di Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa lasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris.
(3) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Pasal 55
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa :
a. perubahan Anggaran Dasar;
b. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perseroan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak lain.
UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB IV
LAPORAN TAHUNAN DAN PENGGUNAAN LABA

Bagian Pertama
Laporan Tahunan
Pasal 56
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya:
a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut.
b. neraca gabungan dari perseroan yang tegabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut;
c. laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
d. kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku;
e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan;
f. nama anggota Direksi dan Komisaris; dan
g. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.
Pasal 57
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris.
(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya harus diberikan penjelasan serta alasannya.
Pasal 59
(1) Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila :
a. bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;
b. perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang; atau
c. perseroan merupakan Perseroan Terbuka.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksdu dalam ayat (1) tidak dipenuhi, perhitungan tahunan tidak boleh disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil pemeriksaan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
Pasal 60
(1) Persetujuan laporan tahunan pengesahan perhitungan tahunan dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran dasar.
(3) Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota Direksi dan Komisaris secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan Komisaris dibebaskan dari tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Bagian Kedua
Penggunaan Laba
Pasal 61
(1) Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
(2) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal yang ditempatkan.
(3) Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutupkan kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
(4) Ketentuan mengenai penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen.
(3) Setelah 5 (lima) tahun, dividen yang tidak diambil dimasukkan ke dalam cadangan yang diperuntukkan untuk itu.
(4) Pengambilan dividen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam anggaran Dasar.
UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB V
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Pasal 63
(1) RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.
Pasal 64
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseoran melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.
(3) Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4) RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
Pasal 66
(1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya.
(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga dilakukan atas permintaan 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya.
(4) RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 67
(1) Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:
a. melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; atau
b. melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.
(2) Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.
(3) Dalam hal RUPS diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Direksi dan atau Komisaris untuk hadir.
(4) Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Pasal 68
(1) Untuk menyelenggarakan RUPS Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham.
(2) Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Komisaris.
Pasal 69
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat.
(3) Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(4) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia dikantor perseroan mulai hari dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan hari RUPS diadakan.
(5) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) kepada pemegang saham secara cuma-cuma.
(6) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), keputusan tetap sah apabila RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham yang mewakili saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat.
Pasal 70
(1) Bagi Perseroan Terbatas, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 71
(1) Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya.
(2) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 72
(1) Setiap saham yang dilekuarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran dasar menentukan lain.
(2) Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara.
(3) Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.
Pasal 73
(1) RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan lain.
(2) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan.
(4) RUPS kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari dari RUPS pertama.
(5) RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
(6) Dalam hal korum RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak tercapai, atas permohonan perseroan korum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 74
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa.
Pasal 75
(1) Keputusan RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
(2) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka dalam RUPS kedua keputusan sah apabila dihadiri oleh pemagang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut.
Pasal 76
Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
Pasal 77
Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tandatangan Ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Pasal 78
(1) Dalam Anggaran Dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat.
(2) Dalam hal Anggaran Dasar mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil.

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB VI
DIREKSI DAN KOMISARIS

Bagian Pertama
Direksi
Pasal 79
(1) Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi.
(2) Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
Pasal 80
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertamakali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.
Pasal 81
(1) Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS.
(2) Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS.
Pasal 82
Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasal 83
(1) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 84
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila :
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
(2) Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan.
Pasal 85
(1) Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2) Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
Pasal 86
(1) Direksi wajib :
a. membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi; dan
b. menyelenggarakan pembukuan perseroan.
(2) Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disimpan di tempat kedudukan perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 87
Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
Pasal 88
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik.
(3) Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.
Pasal 89
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pasal 90
(1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian itu.
(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggungrenteng atas kerugian tersebut.
Pasal 91
(1) Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.
Pasal 92
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS atau Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berwenang melakukan tugasnya.
(4) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.
(7) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal.
Pasal 93
Dalam Anggaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.
Bagian Kedua
Komisaris
Pasal 94
(1) Perseroan memiliki Komisaris yang berwenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Komisaris.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis.
Pasal 95
(1) Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertamakali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b.
(3) Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tatacara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris tanpa mengatur hak pemegang saham dalam pencalonan.
Pasal 96
Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebutkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
Pasal 97
Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 98
(1) Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
Pasal 99
Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
Pasal 100
(1) Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(3) Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 101
(1) Anggota Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS.
(2) Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) berlaku pula terhadap Komisaris.



UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB VII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN

Pasal 102

(1) Satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru.
(2) Rencana penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Rancangan Penggabungan atau Peleburan yang disusun bersama oleh Direksi dari perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan, yang memuat sekurang-kurangnya :
a. nama perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan;
b. alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan dan persyaratan penggabungan atau peleburan;
c. tatacara konversi saham dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan;
d. rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil penggabungan apabila ada, atau rancangan Akta Pendirian perseroan baru hasil peleburan;
e. neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan; dan
f. hal-hal lain yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing perseroan.
(3) Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila Rancangan Penggabungan atau Peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disetujui oleh RUPS masing-masing perseroan.
Pasal 103
(1) Pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(2) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
(3) Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih, yang memuat sekurang-kurang :
1. nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih; dan
2. alasan serta penjelasan Direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan serta tata cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil alih.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS masing-masing atas Rancangan Pengambilalihan yang diajukan oleh Direksi masing-masing perseroan.
(4) Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum yang bukan perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Rencana Pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan Badan Pengurus badan hukum yang bukan perseroan yang akan mengambil alih yang memuat sekurang-kurangnya :
1. nama perseroan yang akan diambil alih dan nama badan hukum yang bukan perseroan yang akan mengambila alih; dan
2. alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambil alih dan badan hukum yang bukan perseroan yang akan mengambil alih mengenai persyaratan serta tata cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil alih.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang diambil alih dan persetujuan Anggota atau Badan Pengurus dari badan hukum yang bukan perseroan yang mengambil alih.
(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh orang perseorangan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambilalih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya :
1. nama perseroan yang akan diambilalih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih; dan
2. alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambilalih mengenai persyaratan dan tata cara pengambilalihan saham.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang akan diambilalih atas Rancangan yang diajukan Direksi perseroan yang akan diambilalih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain langsung dari pemegang saham.
Pasal 104
(1) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan harus memperhatikan:
a. kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan; dan
b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
Pasal 105
(1) Keputusan RUPS mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 74 ayat (1) dan pasal 76.
(2) Direksi wajib mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian mengenai rencana penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan perseroan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 106
(1) Rancangan penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan perubahan ada perseroan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2) Rancangan Penggabungan Perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS baik yang tidak disertai perubahan Anggaran Dasar maupun yang disertai perubahan ada dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(3) Rancangan peleburan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan pengesahan akta pendirian perseroan hasil peleburan untuk mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6).
(4) Rancangan pengambilalihan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 berlaku pula bagi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan.
Pasal 107
(1) Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan, maka perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri menjadi bubar.
(2) Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak didahului dengan likuidasi, maka :
a. aktiva dan pasiva perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri, beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan atau peleburan; dan
b. pemegang saham perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan.
Pasal 108
(1) Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan tersebut dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penggabungan, atau peleburan selesai dilakukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi perseroan yang melakukan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1).
Pasal 109
Ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.












UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN

Pasal 110
(1) Pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa :
a. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b. anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh :
a. pemegang saham atas nama diri sendiri atau atas nama perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
b. pihak lain yang dalam Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c. Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 111
(1) Ketua Pengadilan Negeri berhak menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110.
(2) Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan pengangkatan paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan.
(4) Setiap anggota Direksi, Komisaris, karyawan perseroan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Pemeriksa berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu untuk diketahui.
(6) Direksi, komisaris, dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Pemeriksa dilarang mengumumkan hasil pemeriksaan kepada pihak lain.
Pasal 112
(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa kepada Ketua Pengadilan Negeri.
(2) Ketua Pengadilan Negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaannya kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan.
Pasal 113
(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, maka Ketua Pengadilan Negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dibayar oleh perseroan.
(3) Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan perseroan dapat menetapkan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan atau Komisaris.

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB IX
PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI


Pasal 114
Perseroan bubar karena :
a. Keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
c. penetapan Pengadilan.
Pasal 115
(1) Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dan pasal 76.
(3) Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
(4) Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diikuti dengan likuidasi oleh likuidator.
Pasal 116
(1) Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, Menteri atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut.
(2) Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(3) Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar, diajukan kepada Menteri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir.
(4) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima.
(5) Dalam hal jangka waktu berdirinya perseroan berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasinya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Bab ini.
Pasal 117
(1) Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas :
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat perseroan melanggar kepentingan umum.
b. permohonan 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
c. permohonan kreditor berdasarkan alasan :
1) perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
2) harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut; atau
d. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian perseroan.
(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan pula penunjukan likuidator.
Pasal 118
(1) Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib :
a. mendaftarkan dalam daftar sebagimana dimaksud dalam Pasal 21.
b. mengajukan permohonan untuk dioumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia;
c. mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian; dan
d. memberitahukan kepada Menteri.
(2) Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c belum dilakukan, bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(3) Dalam hal likuidator lalai mendaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka likuidator secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
(4) Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disebutkan nama dan alamat likuidator.
Pasal 119
(1) Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidator.
(2) Tindakan pemberesan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan;
b. penentuan tata cara pembagian kekayaan;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidator kepada pemegang saham; dan
e. tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(3) Dalam hal perseroan sedang dalam proses likuidator, maka pada surat keluar dicantumkan kata-kata "dalam likuidator" di belakang nama perseroan.
Pasal 120
(1) Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat tercatat mengenai bubarnya perseroan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :
a. nama dan alamat likuidator.
b. tata cara pengajuan tagihan, dan
c. jangka waktu mengajukan tagihan yang tidak boleh lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima.
(3) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dan huruf c, dan kemudian ditolak, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 121
(1) Kreditor yang tidak mengajukan tagihannya sesuai dengan ketentuan Pasal 120 ayat (2) huruf c, dapat mengajukan tagihannya melalui Pengadilan Negeri dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak bubarnya perseroan didaftarkan dan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118.
(2) Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap sisa kekayaan perseroan yang belum dibagikan kepada pemegang saham.
Pasal 122
(1) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator.
(2) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian wewenang, kewajiban, tanggungjawab, dan pengawasan terhadap Direksi berlaku pula bagi likuidator.
Pasal 123
(1) Atas permohonan 1 (satu) orang atau lebih yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya atau dalam hal utang perseroan melebihi kekayaan perseroan.
Pasal 124
(1) Likuidator bertanggungjawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan.
(2) Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham.
(3) Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 serta mengumumkannya dalam 2 (dua) surat kabar harian.














UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 125
(1) Akta pendirian perseroan yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum Undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Akta pendirian perseroan yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya belum disetujui oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-undang ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
(3) Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua perseroan yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), harus telah disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 126
(1) Dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini, badan hukum yang didirikan berdasarkan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonanntie op de Indonesische Maatschappj op Aandeelen, Staatsblad 1939:569 jo 717), wajib mengajukan permohonan pengesahan atas akta pendirian dan Anggaran Dasarnya kepada Menteri.
(2) Terhadap badan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang Anggaran Dasarnya telah memperoleh pengesahan Menteri, berlaku ketentuan Undang-undang ini.

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB XI
KETENTUAN LAIN

Pasal 127
Bagi perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang Pasar Modal berlaku ketentuan Undang-undang ini, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 128
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1817:23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, dinyatakan tidak berlaku.
(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Buku Kesatu titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1817:23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Maskapai andil Indonesia (Ordonanntie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939:569 jo 717) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 129
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 13








UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS


Undang-undang No.1 Tahun 1995 Mengenai Perseroan Terbatas

Bab I Ketentuan Umum
Bab II Pendirian, Anggaran Dasar, Pendaftaran dan Pengumuman
Bab III Modal dan Saham
Bab IV Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba
Bab V Rapat Umum Pemegang Saham
Bab VI Direksi dan Komisaris
Bab VII Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Bab VIII Pemeriksaan Terhadap Perseroan
Bab IX Pembubaran Perseroan dan Likuidasi
Bab X Ketentuan Peralihan
Bab XI Ketentuan Lain
Bab XII Ketentuan Penutup