8/09/2010

Presiden Israel Sebut Inggris Anti-Yahudi



Presiden Israel, Shimon Peres, menuduh Inggris sebagai anti-Semit dan menyatakan bahwa anggota parlemen negara itu adalah "calo" bagi para pemilih Muslim. Komentar itu dibuatnya dalam sebuah wawancara di sebuah website Yahudi, dan memancing kemarahan dari anggota parlemen senior dan pemimpin Yahudi yang mengatakan presiden 87 tahun itu "keliru".

Tapi kelompok lain mendukung mantan perdana menteri Israel itu dan mengatakan jumlah insiden anti-Semit telah meningkat secara dramatis di Inggris dalam beberapa tahun terakhir.

Kontroversi ini mengikuti minggu lalu kehebohan atas komentar David Cameron bahwa Gaza adalah "kamp penjara", ketika ia mendesak Israel agar mengizinkan bantuan dan orang-orang untuk bergerak bebas masuk dan keluar dari wilayah Palestina.

Peres yang pernah dianugerahi gelar ksatria oleh Ratu Elkizabeth II pada tahun 2008, mengatakan bahwa sikap Inggris terhadap Yahudi adalah "masalah besar Israel berikutnya". "Ada beberapa juta pemilih Muslim, dan untuk banyak anggota parlemen, itu perbedaan antara mendapatkan pemilih dan tidak mendapatkan pemilih," katanya.

Ia juga menyebut sebagian besar warga Inggris adalah pro-Arab. "Mereka abstain dalam resolusi pro-Zionis (tahun 1947) di PBB . Mereka mempertahankan embargo senjata terhadap kami di tahun 1950-an. Mereka selalu bekerja melawan kita," ujarnya.

Sebaliknya, ia menyebut hubungan dengan Jerman, Prancis, dan Italia  sebagai "cukup bagus",

Dia membuat komentar dalam sebuah wawancara dengan Profesor Benny Morris, sejarawan Ben-Gurion University of Negev, dan diterbitkan pekan lalu di Tablet, sebuah situs berita Yahudi.

Peres adalah salah satu tokoh Israel yang menjabat terlama sebagai pemimpin politik -  anggota parlemen selama 48 tahun, dua kali perdana menteri, dan pemegang posisi menteri lainnya selama puluhan tahun. Ia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1994 bersama dengan Yitzhak Rabin, dan Yasser Arafat saat dia menjabat sebagai menteri luar negeri dalam perundingan damai yang menghasilkan Persetujuan Oslo.

No comments: